ALIRAN FILSAFAT REKONSTRUKSI REVOLISME DAN IMPLIKASINYA TERHADAP DISIPLIN DALAM PENDIDIKAN

A. Sejarah Aliran Filsafat Rekonstruksi

Rekonstruksi merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saaat sekarang ini. Rekonstruksi dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat pantas dan adil.
Aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus mendominasi / mengarahkan perubahan atau rekonstruksi pada tatanan sosial saat ini. Theodore Barameld (1904-1987). Mendasarkan filsafatnya pada dua premis mendasar mengenai pasca era Perang Dunia II : (1) Kita tinggal dalam suatu periode krisis hebat, yang paling nyata pada fakta bahwa manusia saat ini telah mampu menghancurkan peradapan dalam semalam, dan (2) Umat manusia juga memiliki potensi intelektual, teknologi dan moral untuk menciptakan suatu peradaban dunia “ kesejahteraan, kesehatan dan kapasitas rumah “ (Brameld 1969.19).
Maka pada saat yang dibutuhkan ini. Sekolah harus menjadi agen utama untuk merencanakan dan mengarahkan perubahan social. Rekontruksi social yang diupayakan Barammeld didasarkan atas suatu asumsi bahwa kita telah beralih dari masyarakat agraris pedesaan ke masyarakat urban yang berteknologi tinggi, namun masih terdapat suatu kelambatan budaya yang serius, yaitu dalam kemampuan manusia menyesuaikan diri terhadap masyarakat teknologi. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Counts yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa apa yang diperlukan pada masyarakat yang memiliki perkembangan teknologi yang cepat adalah rekontruksi masyarakat dan pembentukan serta perubahan tata dunia baru.

B. Rekonsteruksionalisme Dalam Revolusi
Aliran rekonstruksi ini sesuai dengan istilah yang dikandungnya yakni berusaha membina suatu konsesus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia. Untuk mencapai tujuan itu, rekonsteruksionalisme berusaha mencari kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya. Maka, melalui lembaga dari proses pendidikan aliran ini ingin merombak tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru. Tujuan tersebut hanya dapat diwujudkan melalui usaha bersama dan bekerjasama semua bangsa, pengikut aliran ini percaya bahwa bangsa-bangsa di dunia telah tumbuh kesadaran dan sepakat untuk menciptakan satu dunia dengan kebudayaan baru dibawah satu kedaulatan dunia serta dibawah pengawasan mayoritas umat manusia. Itulah ide-ide yang tersimpul dalam aliran rekonsteruksionalisme ini tampaknya hari depan bangsa-bangsa yaitu satu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis bukan diatur oleh suatu golongan saja. Ternyata cita-cita sebagaimana yang di inginkan aliran ini tidak hanya dalam teori, melainkan menjadi kenyataan dan terlaksana dalam praktek. Hanya dengan melalui usaha bersama dan bekerjasama antar bangsa dapat diwujudkan satu dunia yang memiliki potensi-potensi teknologi. Usaha tersebut diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran dalam bidang-bidang kesehatan, keamanan, jaminan hokum dan peningkatan jalur-jalur ekonomi dan perdagangan antar Negara tanpa membedakan warna kulit, agama, dan Negara besar atau kecil.
Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa aliran rekonsteruksionalisme bercita-cita untuk mewujudkan suatu dunia dimana kedaulatan nasional berada dalam pengayoman atau subordinate serta kedaulatan dan otoritas internasional. Aliran ini juga bercita-cita mewujudkan dan melaksanakan satu sintesis, yakni perpaduan ajaran agama dengan demokrasi, teknologi modern dan seni modern di dalam satu kebudayaan yang dibina bersama oleh bangsa-bangsa di dunia. Dialog utara-selatan komisi Willy Brandt dalam rangka menanggulangi kesenjangan yang melanda kehidupan manusia dewasa ini.

C. Tokoh-Tokoh Aliran Rekonsteruksi
1. Caroline Pratt (1948)
Seorang rekonsteruksionalis social yang berpengaruh periode itu “nilai terbesar suatu sekolah harus menghasilkan manusia-manusia yang dapat berfikir secara efektif dan bekerja secara rekonstruktif”
2. George Count dan Harold Rugg (1930)
Ingin membangun masyarakat baru, masyarakat pantas dan adil dan sekolah harus melakukan perbaikan masyarakat yang spesifik.

D. Implikasi Aliran Rekonsteruksi Terhadap Disiplin Dalam Pendidikan

Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kesetabilan dan nilai-nilai yang terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Dalam konsep rekonstruksi disiplin sangatlah penting karena menegakkan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan. Disiplin dibedakan menjadi dua yaitu disiplin preventif seperti perintah dan larangan dan disiplin kuratif seperti pemberian ganjaran dan hukuman.
Adapun penjelasan lebih detail akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Perintah
Perintah tidak hanya apa yang keluar dari mulut seseorang yang harus dikerjakan oleh anak, melainkan dalam hal ini pula peraturan umum yang harus ditaati oleh anak-anak. Dalam hal ini, guru memiliki peran yang dominant dalam pembentukan sikap disiplin, karena pada dasarnya anak itu cenderung akan meniru apa yang dilakukan oleh gurunya. Maka dalam hal ini keteladanan dari guru adalah hal yang utama.
2. Larangan
Ini merupakan usaha yang tegas untuk menghentikan perbuatan yang ternyata salah, merugikan dan dapat membahayakan anak. Alat ini bertujuan juga untuk membentuk disiplin.
3. Ganjaran
Ganjaran adalah salah satu alat pendidian, ganjaran biasanya diperuntukkan bagi anak yang berprestasi. Maksud ganjaran yang terpenting bukanlah hasilnya yang dicapai seorang anak, melainkan dengan hasil yang telah dicapai anak itu. Pendidikan bertujuan membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik dan lebih keras pada anak itu, ganjaran bisa berupa pujian, perhatian, hadiah, dan benda-benda yang menyenangkan bagi anak didik.
4. Hukuman
Hukuman adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan sengaja oleh seseorang (guru, orang tua) sesudah terjadi pelanggaran, kejahatan, dan kesalahan, hukuman akan melatih kedisiplinan siswa, karena dengan adanya hukuman tersebut, diharapkan siswa tidak akan mengulangi kesalahan atau pelanggaran yang sama.
Sebagai alat pendidikan hukuman hendaklah :
• Senantiasa merupakan jawaban atas suatu pelanggaran.
• Sedikitnya banyaknya selalu bersifat tidak menyenangkan.
• Selalu bertujuan kearah perbaikan, hukuman itu hendaklah diberikan untuk kepentingan anak itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Djumransjah.2006.Filsafat Pendidikan. Malang :Bayumedia Publishing .
Marimba, Ahmad D. 1974.Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : PT. Al- Ma’arif.
Purwanto, Ngalim.2007. Ilmu pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Sadulloh, Uyoh.2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: CV.Hifa Beta.
Zuhairini.1995.Filsafat Pendidikan Islam.Surakarta: Bumi Aksara.

0 comments:

Post a Comment