In:
Makalah Syari'ah
ILMU MUNASABAH
A. Pengertian Ilmu Munasabah
Menurut bahasa munasabah berasal dari kata ناسب – يناسب - مناسبة yang berarti dekat, serupa, mirip, rapat, dan persesuaian atau persambungan, yaitu hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang sebelum atau sesudahnya.
Sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat menurut ulama:
1. Manna’ul Qathathan
Sisi keterkaitan antara beberapa ungkapan didalam satu ayat atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surah didalam Al-Qur’an.
2. Ibn ‘Arabi
Keterkaitan antar ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna.
3. Al-Biqa’i
Suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an.
4. As-Suyuthin
Merumuskan yang dimaksud munasabah adalah hubungan yang mencakup antar ayat ataupun antar surat.
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa Munasabah ialah usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubungan antara ayat atau surah yang dapat diterima oleh akal.
B. Macam-macam Ilmu Munasabah
Munasabah atau persambungan bagian Al-Qur’an yang satu dengan yang lain itu bisa bermacam-macam, jika dilihat dari berbagai seginya.
a. Macam-macam Sifat Munasabah
Jika ditinjau dari segi sifat munasabah atau keadaan persesuaian dan persambungannya, maka munasabah itu ada dua macam, yaitu:
a) Persambungan yang nyata (Dzaahirul Irtibath) atau persambungan yang tampak jelas, yaitu yang persambungan antara bagian Al-Qur’an yang satu dengan yang lain tampak jelas dan kuat.
Contohnya, seperti persambungan antara ayat 1 surah Al-Isra
Artinya:
”Maha suci Alloh, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsho”
Ayat tersebut menerangkan tentang isra’ Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya, ayat 2 surah Al-Isra tersebut yang berbunyi:
Artinya:
”Dan kami berikan kepadaMusa Kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi bani Israel”
Ayat tersebut menjelaskan tentang diturunkannya kitab Taurat kepada Nabi Musa a.s.
Persambungan antara kedua ayat tersebut ialah tampak jelas mengenai diutusnya kedua orang Nabi/Rasul tersebut.
b) Persambungan yang tidak jelas (Khaffiyul Irtibath) atau samarnya persambungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dalam Al-Qur’an, sehingga tidak tampak adanya persambungan untuk keduanya, bahkan seolah-olah masing-masing ayat/surah itu berdiri sendiri-sendiri, baik karena ayat yang satu itu diathafkan kepada yang lain, atau karena yang satu bertentangan dengan yang lain.
Contohnya, seperti hubungan antara ayat 189 dengan ayat 190 surah Al-Baqoroh. Ayat 189 Al-Baqoroh berbunyi:
Artinya:
”Mereka bertanya kepadamu tentang bulan tsabit. Katakanlah, bulan tsabit itu adalan tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji.”
Ayat tersebut menerangkan bulan tsabit atau tanggal-tanggal untuk tanda-tanda waktu dan untuk jadwal ibadah haji.
Sedang ayat 190 surah Al-Baqoroh berbunyi:
Artinya:
”Dan perngilah di jalan Alloh orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas.”
Ayat tersebut menerangkan perintah menyerang kepada orang-orang yang menyerang umat Islam. Sepintas, antara kedua ayat tersebut seperti tidak ada hubungannya. Padahal sebenarnya ada hubungan antara kedua ayat tersebut, yaitu ayat 189 mengenai soal waktu untuk haji, sedang ayat 190 menerangkan bahwa sebenarnya, waktu haji itu, umat Islam dilarang berperang, tetapi jika ia diserang lebih dahulu, maka serangan-serangan musuh itu harus dibalas, walaupun pada musim haji.
b. Macam-macam Materi Munasabah
Dilihat dari segi materinya, maka munasabah itu ada dua macam, sebagai berikut:
a) Munasabah antar ayat, yaitu munasabah antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Munasabah ini bisa berbenuk persambungan-persambungan, sebagai berikut:
1) Diathafkannya ayat yang satu kepada ayat yang lain. Faedah dari munasabah dengan athaf ini adalah untuk menjadikan dua ayat tersebut sebagai dua hal yang sama.
2) Tidak diathafkannya ayat yang satu kepada ayat yang lain. Dalam munasabah ini, tampak hubungan yang kuat antara ayat yang pertama dengan ayat yang kedua.
3) Digabungkannya dua hal yang sama. Seperti hubungan antara ayat 5 dengan ayat 4 surah Al-Anfal. Menerangkan kebenaran bahwa Nabi diperintah hijrah dan ayat 4 menerangkan kebenaran status mereka sebagai kaum mukminin
4) Dikumpulkannya dua hal yang kontradiksi. Pada hubungan antara ayat 94 dengan ayat 95 surah Al-A’raf. Ayat 94 menerangkan ditimpakannya kesempitan dan penderitaan kepada penduduk, tapi ayat 95 menjelaskan kesusahan dan kesempitan itu diganti dengan kesenangan
5) Dialihkannya suatu pembicaraan. Pada hubungan antara surah Shaad ayat 55 dengan ayat 54. Dialihkannya pembicaraan kepada nasib orang-orang yang benar-benar akan kembali ke tempat yang buruk sekali, dan pembicaraan ayat 54 yang membicarakan rezeki dari para ahli surga.
b) Munasabah antar surah, yaitu munasabah antara surah yang satu dengan surah yang lain. Munasabah ini ada beberapa bentuk, sebagai berikut:
1) Munasabah antara dua surah dalam soal materinya, yaitu materi surah yang satu sama dengan materi surah yang lain.
Contohnya, seperti surah kedua Al-Baqoroh sama dengan isi surah yang pertama Al-Fatihah, yakni sama-sama menerangkan 3 hal dalam kandungan Al-Qur’an, yaitu masalah akidah , ibadah, muamalah, kisah dan janji serta ancaman.
2) Persesuaian antara permulaan surah dengan penutupan surah sebelumnya.
Contohnya, seperti awalan surat Al-An’am yang berbunyi:
Artinya:
”Segala puji bagi Alloh yang telah menciptakan langit dan bumi.”
Awalan surah Al-An’am tersebut sesuai dengan akhiran surah Al-Maidah yang berbunyi:
Artinya:
”Kepunyaan Alloh kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada didalamnya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
3) Persesuaian antara pembukaan dan akhiran suatu surah. Sebab, semua ayat dari suatu surah dari awal sampai akhir itu selalu bersambungan dan bersesuaian.
Contohnya, seperti persesuaian antara awal surah Al-Mukminun: yang menjanjikan orang yang beriman itu akan bahagia, dengan akhiran surah tersebut: yang menegaskan bahwa orang-orang yang tidak beriman itu tidak akan bahagia.
C. Kegunaan Ilmu Munasabah
Kegunaan mempelajari Ilmu Munasabah ini banyak sekali, antara lain sebagai berikut:
a) Mengetahui persambungan antara bagian Al-Qur’an, baik antara ayat-ayat maupun surah-surahnya yang satu dengan yang lain.
b) Dapat diketahui tingkat kebalaghahan bahasa Al-Qur’an dan persesuaian ayat atau surahnya yang satu dengan yang lainnya.
c) Membantu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Menurut bahasa munasabah berasal dari kata ناسب – يناسب - مناسبة yang berarti dekat, serupa, mirip, rapat, dan persesuaian atau persambungan, yaitu hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang sebelum atau sesudahnya.
Sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat menurut ulama:
1. Manna’ul Qathathan
Sisi keterkaitan antara beberapa ungkapan didalam satu ayat atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surah didalam Al-Qur’an.
2. Ibn ‘Arabi
Keterkaitan antar ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna.
3. Al-Biqa’i
Suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an.
4. As-Suyuthin
Merumuskan yang dimaksud munasabah adalah hubungan yang mencakup antar ayat ataupun antar surat.
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa Munasabah ialah usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubungan antara ayat atau surah yang dapat diterima oleh akal.
B. Macam-macam Ilmu Munasabah
Munasabah atau persambungan bagian Al-Qur’an yang satu dengan yang lain itu bisa bermacam-macam, jika dilihat dari berbagai seginya.
a. Macam-macam Sifat Munasabah
Jika ditinjau dari segi sifat munasabah atau keadaan persesuaian dan persambungannya, maka munasabah itu ada dua macam, yaitu:
a) Persambungan yang nyata (Dzaahirul Irtibath) atau persambungan yang tampak jelas, yaitu yang persambungan antara bagian Al-Qur’an yang satu dengan yang lain tampak jelas dan kuat.
Contohnya, seperti persambungan antara ayat 1 surah Al-Isra
Artinya:
”Maha suci Alloh, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsho”
Ayat tersebut menerangkan tentang isra’ Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya, ayat 2 surah Al-Isra tersebut yang berbunyi:
Artinya:
”Dan kami berikan kepadaMusa Kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi bani Israel”
Ayat tersebut menjelaskan tentang diturunkannya kitab Taurat kepada Nabi Musa a.s.
Persambungan antara kedua ayat tersebut ialah tampak jelas mengenai diutusnya kedua orang Nabi/Rasul tersebut.
b) Persambungan yang tidak jelas (Khaffiyul Irtibath) atau samarnya persambungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dalam Al-Qur’an, sehingga tidak tampak adanya persambungan untuk keduanya, bahkan seolah-olah masing-masing ayat/surah itu berdiri sendiri-sendiri, baik karena ayat yang satu itu diathafkan kepada yang lain, atau karena yang satu bertentangan dengan yang lain.
Contohnya, seperti hubungan antara ayat 189 dengan ayat 190 surah Al-Baqoroh. Ayat 189 Al-Baqoroh berbunyi:
Artinya:
”Mereka bertanya kepadamu tentang bulan tsabit. Katakanlah, bulan tsabit itu adalan tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji.”
Ayat tersebut menerangkan bulan tsabit atau tanggal-tanggal untuk tanda-tanda waktu dan untuk jadwal ibadah haji.
Sedang ayat 190 surah Al-Baqoroh berbunyi:
Artinya:
”Dan perngilah di jalan Alloh orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas.”
Ayat tersebut menerangkan perintah menyerang kepada orang-orang yang menyerang umat Islam. Sepintas, antara kedua ayat tersebut seperti tidak ada hubungannya. Padahal sebenarnya ada hubungan antara kedua ayat tersebut, yaitu ayat 189 mengenai soal waktu untuk haji, sedang ayat 190 menerangkan bahwa sebenarnya, waktu haji itu, umat Islam dilarang berperang, tetapi jika ia diserang lebih dahulu, maka serangan-serangan musuh itu harus dibalas, walaupun pada musim haji.
b. Macam-macam Materi Munasabah
Dilihat dari segi materinya, maka munasabah itu ada dua macam, sebagai berikut:
a) Munasabah antar ayat, yaitu munasabah antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Munasabah ini bisa berbenuk persambungan-persambungan, sebagai berikut:
1) Diathafkannya ayat yang satu kepada ayat yang lain. Faedah dari munasabah dengan athaf ini adalah untuk menjadikan dua ayat tersebut sebagai dua hal yang sama.
2) Tidak diathafkannya ayat yang satu kepada ayat yang lain. Dalam munasabah ini, tampak hubungan yang kuat antara ayat yang pertama dengan ayat yang kedua.
3) Digabungkannya dua hal yang sama. Seperti hubungan antara ayat 5 dengan ayat 4 surah Al-Anfal. Menerangkan kebenaran bahwa Nabi diperintah hijrah dan ayat 4 menerangkan kebenaran status mereka sebagai kaum mukminin
4) Dikumpulkannya dua hal yang kontradiksi. Pada hubungan antara ayat 94 dengan ayat 95 surah Al-A’raf. Ayat 94 menerangkan ditimpakannya kesempitan dan penderitaan kepada penduduk, tapi ayat 95 menjelaskan kesusahan dan kesempitan itu diganti dengan kesenangan
5) Dialihkannya suatu pembicaraan. Pada hubungan antara surah Shaad ayat 55 dengan ayat 54. Dialihkannya pembicaraan kepada nasib orang-orang yang benar-benar akan kembali ke tempat yang buruk sekali, dan pembicaraan ayat 54 yang membicarakan rezeki dari para ahli surga.
b) Munasabah antar surah, yaitu munasabah antara surah yang satu dengan surah yang lain. Munasabah ini ada beberapa bentuk, sebagai berikut:
1) Munasabah antara dua surah dalam soal materinya, yaitu materi surah yang satu sama dengan materi surah yang lain.
Contohnya, seperti surah kedua Al-Baqoroh sama dengan isi surah yang pertama Al-Fatihah, yakni sama-sama menerangkan 3 hal dalam kandungan Al-Qur’an, yaitu masalah akidah , ibadah, muamalah, kisah dan janji serta ancaman.
2) Persesuaian antara permulaan surah dengan penutupan surah sebelumnya.
Contohnya, seperti awalan surat Al-An’am yang berbunyi:
Artinya:
”Segala puji bagi Alloh yang telah menciptakan langit dan bumi.”
Awalan surah Al-An’am tersebut sesuai dengan akhiran surah Al-Maidah yang berbunyi:
Artinya:
”Kepunyaan Alloh kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada didalamnya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
3) Persesuaian antara pembukaan dan akhiran suatu surah. Sebab, semua ayat dari suatu surah dari awal sampai akhir itu selalu bersambungan dan bersesuaian.
Contohnya, seperti persesuaian antara awal surah Al-Mukminun: yang menjanjikan orang yang beriman itu akan bahagia, dengan akhiran surah tersebut: yang menegaskan bahwa orang-orang yang tidak beriman itu tidak akan bahagia.
C. Kegunaan Ilmu Munasabah
Kegunaan mempelajari Ilmu Munasabah ini banyak sekali, antara lain sebagai berikut:
a) Mengetahui persambungan antara bagian Al-Qur’an, baik antara ayat-ayat maupun surah-surahnya yang satu dengan yang lain.
b) Dapat diketahui tingkat kebalaghahan bahasa Al-Qur’an dan persesuaian ayat atau surahnya yang satu dengan yang lainnya.
c) Membantu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment