PENDIDIKAN DAN PENDIDIK

1.PENDIDIKAN
Pendidikan memiliki definisi yang sangat luas dan dapat dilihat dari berbagai sudut.yaitu:
bahasa Arab : berasal dari kata Tarbiyah, dengan kata kerja Rabba yang memiliki makna mendidik atau mengasuh. Jadi Pendidikan dalam Islam adalah Bimbingan oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani dan akal anak didik sehingga bisa terbentuk pribadi muslim yang baik.
Bahasa Yunani : berasal dari kata Pedagogi, yaitu dari kata “paid” artinya anak dan “agogos” artinya membimbing. Itulah sebabnya istilah pedagogi dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar anak (the art and science of teaching children).
Definisi UmumPendidikan dapat diartikan sebagai Suatu metode untuk mengembangkan keterampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi lebih baik.
Pendidikan Islam merupakan suatu upaya yang terstruktur untuk membentuk manusia yang berkarakter sesuai dengan konsekuensinya sebagai seorang muslim. Dalam perjalanannya ada tiga jalan yang harus ditempuh untuk mengupayakan hal tersebut, yaitu:
1. Penanaman akidah Islam berdasarkan pemikiran yang matang dan dijalankan dengan cara yang damai.
2. Menanamkan sikap konsisten pada orang yang sudah memiliki akidah islam agar segala tindak tanduk dan cara berpikirnya tetap berada di jalurnya sebagai seorang muslim.
3. Mengembangkan kepribadian islam pada mereka yang sudah memilikinya dengan cara mengajaknya untuk bersungguh-sungguh menjalankan kehidupan secara islami, dalam artian semua pemikiran dan amalannya sesuai dengan kodratnya sebagai seorang muslim.
Dasar pendidikan adalah pondasi atau landasan yang kokoh bagi setiap masyarakat untuk dapat melakukan perubahan sikap dan tata laku dengan cara berlatih dan belajar dan tidak terbatas pada lingkungan sekolah, sehingga meskipun sudah selesai sekolah akan tetap belajar apa-apa yang tidak ditemui di sekolah. Hal ini lebih penting dikedepankan supaya tidak menjadi masyarakat berpendidikan yang tidak punya dasar pendidikan sehingga tidak mencapai kesempurnaan hidup. Apabila kesempurnaan hidup tidak tercapai berarti pendidikan belum membuahkan hasil yang menggembirakan.
Menurut Ikhwan, aktivitas pendidikan dimulai sejak sebelum kelahiran. Sebab, kondisi diri bayi dan perkembangannya sudah dipengaruhi oleh keadaan kehamilan dan kesehatan sang ibu yang hamil. Dengan demikian, perhatian pendidikan harus sudah diberikan sejak masa janin dalam rahim. Karena janin berada dalam rahim selama sembilan bulan, adalah agar sempurna bentuk dan kejadiannya. Yang dengan memperhatikan demikian itu dimaksudkan agar memberi pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan intelektual dan kejiwaan janin.
Ketahuilah bahwa perumpamaan jiwa bayi sebelum terisi oleh sesuatu pengetahuan apapun, laksana kertas putih dan bersih, tidak ada tulisan apapun. Sewaktu jiwa telah diisi oleh suatu pengetahuan atau kepercayaan, baik yang benar maupun yang bathil, maka sebagian darinya telah tertulisi dan sulit untuk dihapuskan. Persolan yang perlu sejak dini diperhatikan bagi perkembangan anak adalah kepedulian terhadap kesehatan inderawinya, karena ini merupakan "jendela" masuknya dunia luar ke dalam jiwanya. Maka dari itu, kalangan Ikhwan menuntut para orang tua, pengasuh dan pendidik untuk memahami watak perkembangan inderawi anak serta tahapan-tahapannya.
Dari pengakuan atas urgensi indera bagi kehidupan manusia yang sejahtera dan pemerolehan pengetahuan, Ikhwan al-Shafa mengintrodusir dasar-dasar fisiologis bagi kognisi (pengetahuan intelektual). Mereka beranggapan bahwa sewaktu daya imajinasi (al-quwwah al-mutakhayillah) mengantarkan "bentuk" sesuatu yang dicerap indera (empiris-sensual) kedaya berpikir (al-quwwah al-mufakhirah) setelah melalui cerapan daya inderawi dan dipersepsikan, maka bentuk tadi mengendap pada kognisi jiwa dalam pola (sketsa) psikologis. Penetapan adanya hubungan antara pengetahuan intelektual (kognisi) dengan dasar-dasar fisiologis membukakan jalan bagi kelompok Ikhwan al-Shafa untuk memformulasikan teori yang kokoh tentang mekanisme terbentuknya pengetahuan intelektual atau konsep dan dampak induksi terhadapnya. Ikhwan berpendapat bahwa para filosof berpikir tentang segala yang ada (al-maujudat), pada awal mulanya meeka mengamati person-person seperti Zaid, Umar dan Khalid. Lalu, mereka memikirkan person-person lain yang belum diamati, baik dimasa yang telah lalu maupun di masa yang akan datang. Akhirnya mereka sampai pada sebuah konklusi bahwa semuanya berada dalam "bentuk" manusia (al-shurah al-insaniyyah). Yang berbeda di antara masing-masing hanyalah sifat (bukan esensi).
Keadaran kuat Ikhwan al-Shafa terhadap urgensi indera dalam memperoleh pengetahuan dan imperasinya dalam keberadaan manusia, baik dataran empiris-sensual maupun empiris logis, membawa mereka pada pengapresiasian peran dan fungsi fisik-jasmaniah untuk kebahagiaan manusia dan kenormalan.
Adanya kecenderungan merumuskan dasar-dasar fisiologis bagi pengetahuan, pengokohan urgensi indera bagi "sistematisasi" cerapan manusia terhadap dunia luar, pembentukan persepsi-persepsi, dan vitalitas kesehatan fisik jasmaniyah bagi kebahagiaan hidup manusia, baik individual maupun kolektif tidak memalingkan Ikhwan dari hakikat tujuan utama pendidikan yaitu, tujuan moral.

2.PENDIDIK (Guru)
Bagi Ikhwan, sosok guru dikenal dengan ashhab alnamus. Mereka itu adalah mu’allim, ustadz dan mu’addib. Guru ashhab alnamus adalah malaikat, dan guru malaikat adalah jiwa yang universal, dan guru jiwa universal adalah akal aktual; dan akhirnya Allah-lah sebagai guru dari segala sesuatu.
Urutan ini selanjutnya digambarkan sebagai berikut:
1) Pemuda cekatan berusi 15-30 tahunm yang memiliki jiwa yang suci dan pikiran yang kuat, mereka ini berstatus murid, maka wajib patuh dan tunduk secara sempurna kepada guru.
2) Al-Ikhwan al-Akhyar, usia 30-40 tahun. Pada tingkat ini mereka sudah mampu memelihara persaudaraan, pemurah, kasih sayang dan siap berkorban demi persaudaraan
3) Al-Ikhwan al-Fudhala al-Karim, berusia 40-50, merupakan tingkat dewasa. Mereka sudah dapat mengetahui Namus Ilahy (malaikat Tuhan) secara sempurna sesuai tingkatan mereka. Ini adalah tingkatan Nabi.
4) Tingkat tertinggi setelah seseorang mencapai usia 50 tahun keatas. Mereka pada tingkat ini sudah mampu mmahami hakikat sesuatu.
2) Ikhwan shafa menempatkan pendidik pada posisi strategis dan inti dalam kegiatan pendidikan.Mereka mempersyaratkan kecerdasan, kedewasaan, kelurusan moral,ketulusan hati,keernihan pikir,etos keilmuan,dan tidak fanatik butapada diri pendidik.
Ikhwan menganggap bahwa pendidik sama dengan menjalankan fungsi ”bapak” kedua,karena pemelihara pertumbuhan dan pengembang jiwamu.sebab guru telah menyuapi jiwamu dengan ragam pengetahuan dan bimbingan.
”wahai saudaraku mohonlah pada Allah Agar dijadikan pendidik yang baik dan teladan”.

0 comments:

Post a Comment