In:
Makalah Syari'ah
MANDI
A. PENDAHULUAN
Pembahasan mengenai mandi tidak dipisahkan dengan pembahasan wudhu, keduanya berada dalam lingkupan yang sama, yaitu bersuci (thaharah). Mandi yang dimaksud bukan mandi sebagaiman yang kita lakukan setiap hari, pagi dan sore, tetapi mandi yang dituntun oleh aturan syari’at Islam. Oleh karena itu, biasanya dikenal dengan “mandi besar”. Mandi besar ini dilakukan dengan mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya atau lebih dikenal dengan rukun mandi besar. Banyak di kalangan masyarakat sekarang yang kurang menegtahui tentang tata cara mandi besar untuk menghilangkan hadats besar. Mereka kurang mempedulikan rukun-rukun yang ada.
Mandi besar merupakan cara bersuci dari hadats agar dapat melakukan suatu ibadah lagi, seperti shalat, puasa, dan amalan ibadah yang lain dengan demikian, di sini akan disampaikan apa definisi dari mandi serta dasar hukumnya, rukun-rukun yang terkandung dalam mandi besar dan hal-hal yang mewajibkan untuk mandi besar.
Semoga dalam penyampaian materi tentang mandi besar ini memberikan manfaat pada kita agar berhati-hati dalam urusan hadats, serta membiasakan hidup bersih. Di sisi lain kita juga dituntut untuk mengerti dan mampu mempraktekkannya.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Dan Hukum Mandi
Secara bahasa mandi (al-Ghusl) berarti mengalikan air ke segala sesuatu secara mutlak (saylan al ma ‘ala al syai’ mutlaqa). Sedang secara istilah:
a) Menurut al-Zuhayli: mengalirkan air ke suluruh bagian tubuh dengan cara tertentu.
b) Syafi’iyah: mengalirkan air ke seluruh tubuh di sertai dengan niat.
Dasar pelaksanaan mandi adalah QS. Al-Ma’idah (5): 6
........
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah…..”.
2. Rukun-Rukun Mandi
a. Niat
Jumhur (selain hanafiyah) mewajibkan niat, sama dengan pembahasan niat dalam wudlu. Adapun niat yang dianggap sah adalah:
1. Niat melakukan kerfadluan mandi.
2. Niat menghilangkan hasats besar / jinabah.
3. Niat supaya
b. Meratakan air ke seluruh anggota tubuh
Termasuk yang dikenai air adalah:
1. Telinga
2. Pusar
3. Semua rambut
4. Kulit kepala
5. Bagian dalam kelamin yang sebelum dikhitan
6. Kuku
Sunah-Sunah Mandi
a. Membasuh kedua tangan sebelum memasukkannya ke dalam tempat air sebanyak tiga kali
b. Membasuh kemaluan
c. Berwudhu secara sempurna seperti halnya wudhu untuk shalat. Dan ia boleh menangguhkan membasuh kedua kaki sampai selesai mandi.
Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwatkan oleh A’isyah
كان رسول الله صل الله عليه وسلّم اذا اغتسل من الجنابة توضّاء وضؤه للصلاة
“Bila Nabi SAW hendak melaksanakan mandi dari jinabah (mandi besar), Beliau berwudhu terlebih dahulu sebagaimana Beliau berwudhu ketika akan melaksanakan shalat”.
d. Mengalirkan air ke kepala sebanyak tiga kali sambil menyelang-nyelangi rambut agar air membasahi kulit kepala.
e. Mengalirkan air ke seluruh tubuh dengan mendahulukan yang kanan, sambil menggosok-gosok anggota tubuh, termasuk bagian-bagian yang tidak mudah dijangkau dan dialiri air.
f. Menutup aurat, meskipun dalam tempat yang sepi.
g. Tidak meminta pertolongan kecuali dalam keadaan terpaksa.
h. Menghadap kiblat.
i. Terus-menerus tanpa diselingi perbuatan yang lain.
Mandi-mandi yang disunahkan:
a. Akan melaksanakan shalat Jum’at.
b. Mandi pada dua hari raya.
c. Mandi setiap tujuh hari.
d. Setelah memandikan mayit.
e. Mandi untuk ihram.
f. Mandi untuk masuk Mekkah.
g. Mandi ketika wukuf di Arafah.
h. Mandi ketika akan melaksanakan tawaf.
i. Mandi ketika akan bermalam di Muzdalifah.
j. Mandi ketika akan melempar jumrah.
k. Mandi ketika akan melaksanakan shalat gerhana.
l. Mandi ketika sehat dari penyakit gila, epilepsy, dan mabuk.
m. Setelah masuk Islam.
n. Sebelum melakukan shalat istisqa’.
o. Mau masuk Masjidil Haram.
p. Setelah melakukan hijamah, yaitu mengobati penyakit dengan menyedot darah di kepala bagian belakang.
q. Setelah mendapat kebaikan.
r. Memasuki kota Madinah
s. Setiap malam pada bulan Ramadhan
t. Perempuan yang habis masa iddahnya
u. Perempuan yang istihadhah, yaitu darah yang keluar dari alat kelamin perempuan, yang bukan termasuk darah haid maupun nifas
3. Hal-Hal Yang Mewajibkan Mandi
Mandi besar ini dilakukan karenha ada sebab-sebab syar’i yang mengharuskan untuk melakukan mandi. Sebab-sebab tersebut dalam syari’at Islam disebut sebagai hadats besar, sehingga tujuan yang ingin dicapai dari mandi ini adalah untuk menghilangkan hadats besar. Hadats besar ini tidak bisa atau tidak cukup apabila dilakukan dengan wudhu, karena wudhu hanyalah media bersuci untuk menghilangkan hadts kecil, tetapi hadats besar hanya dapat dihilangkan dengan mandi besar yang sesuai dengan ajaran Islam, kecuali kalau tidak ada air atau ada kondisi yang tidak memungkinkan seseorang untuk menghilangkan air, maka mandi besar dapat digantikan dengan tayamum.
Dalam membahas mandi yang sesuai dengan ajaran Islam, kita perlu membahas apakah yang menyebabkan kita mandi besar? Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:
“Dan jika kamu junub, maka mandilah”.
Junub arti sebenarnya adalah jauh, seseorang yang melakukan janabat dikatakan junub. Adapun hal-hal yang menyebabkan jinabat adalah:
a. Seseorang menjadi junub ketika alat kelaminnya bertemu dengan alat kelamin seorang wanita sekalipun tidak sampai mengeluarkan sperma. Dan disebut melakukan hubungan seksual. Jika ia memasukkan ujung dzakarnya ke dalam liang vagina wanita. Oleh karena itu, keduanya wajib mandi. Hal tersebut berdasarkan sabda Nabi SAW yang bersumber dari yaitu:
اذا التقى الختانان وجب الغسل فعلته انا ورسول الله صل الله عليه وسلّم فغتسلنا
“Apabila bertemu dua (bekas) khitan (penis dan vagina), maka telah wajib (meskipun) tidak kelur mani, saya melakukan hal itu bersama Rasulullah, kemudian kami mandi. (HR. Malih dan Ahmad dengan lafadz berbeda-beda)”.
Menurut Imam Syafi’i : ”Dalam bahasa Arab pada hakikatnya janabah itu ditunjukkan kepada hubungan kelamin walau tanpa orgasme.” Setiap orang yang mendengar bahwa Si Fulan telah dalam keadaan janabah dengan Fulanah, akan memaklumi bahwa mereka telah mengadakan hubungan kelamin walau tanpa orgasme. Tidak seorangpun membantah bahwa tindakan perzinaan yang wajib menerima hukuman dera itu adalah hubungan kelamin walau tidak keluar mani.
b. Mengeluarkan mani dalam mimpi bersetubuh (ihtilam)
وعن اناس رضى الله عنه قال : قال رسول الله صل الله عليه وسلّم فى المرأة ترى فى منامها ما يرى الرجل. قال تغتسل. متفق عليه، راد مسلم : فقالت امّ سلمة : وهل يكون هذا؟ قال نعم. فمن أين يكون الشّبه.
”Anas bin Malik menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, mengenai perempuan yang bermimpi seperti apa yang dilihat laki-laki (bersetubuh), maka dia wajib mandi”, ditambahkan oleh Muslim dari Ummu Salamah (istri Rasulullah SAW), bahwa dia bertanya, ”Apa mungkin perempuan seperti itu?” jawab Rasulullah, ”Ya”. Dia bertanya lagi, ”Dari arah manapun mungkin sama?”
Keluarnya mani yang memancar dengan nikmat dari seorang laki-laki atau perempuan dalam keadaan terjaga atau dalam keadaan tidur diwajibkan mandi. Baik hal itu disebabkan hubungan badan atau pun karena bermimpi, atau bercumbu rayu, menggosok-gosok alat vital, melihat lawan jenis, memikirkan sesuatu yang fokus pada sisi-sisi seksual. Baik sebabnya halal maupun haram.
Air mani laki-laki kental berwarna putih, sedangkan air mani perempuan cair berwarna kuning. Jika mani keluar tanpa sahwat, baik karena sakit atau karena penyebab lainnya, maka tidak ada kewajiban baginya mandi. Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Jika seseorang merasa ada gerakan mani dari punggungnya namun tidak keluar, jika dzakarnya dipegang sehingga tidak keluar, ada yang mewajibkan mandi dan ada yang tidak mewajibkan mandi.
Imam Syafi’i menjelaskan tentang kriteria yang disebut air mani atau sperma yaitu ”Apabila air tersebut keluar dengan adanya dorongan, rasa nikmat ketika keluarnya disertai dengan ereksi dan melemahnya sahwat atau libido sek setelah keluarnya air tersebut.” Begitu juga beliau tetap mengkriteriakan sebagian air mani meskipun tidak ada dorongan karena sedikitnya air mani yang keluar atau menyerupai darah, hal ini bisa dilihat dari baunya yang seperti bau adonan tepung gandum ketika basah atau menyerupai bau putih telur ayam atau semisalnya ketika kering, dan meskipun tanpa ada dorongan seks dan tanpa rasa nikmat, seperti air mani yang keluar setelah mandi, maka ia harus mengulangi mandi besar tersebut.
c. Terhentinya darah haid dan nifas, berdasarkan QS. Al-Baqarah (2): 222:
•
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.
d. Melahirkan (wiladah). Perempuan yang melahirkan diwajibkan mandi, meskipun anak yang dilahirkan belum sempurna dan ia tidak melihat darah. Ini pendapat sebagian ulama, tetapi pendapat yang lain mengatakan tidak wajib.
e. Orang Kafir bila masuk Islam.
f. Mati, kecuali mati syahid. Hal tersebut didasarkan pada suatu hadits dari ibn Abbas bahwa ada orang yang jatuh dari unta meninggal dunia, kemudian Nabi SAW bersabda:
اغسلوه بماء وسدر وكفنوه فى الثوبين
”Mandikanlah dia dengan air dan dengan wangi-wangian, dan kafanilah dengan dua baju (disepakati ahli hadits)”.
C. Penutup
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa mandi adalah mengalirkan air ke seluruh tubuh dengan cara tertentu dan disertai denga niat. Di dalamnya juga terdapat rukun-rukunnya, diantaranya niat dan meratakan air ke seluruh tubuh. Kita dituntut untuk mengetahui dan menerapkannya dalam kehidupan. Selain itu kita juga dapat mempelajari dan mengetahui sunah-sunah mandi maupun hal-hal yang mengharuskan mandi, diantaranya jinabah, keluar mani, terhentinya haid, wiladah, orang Kafir masuk Islam, dan memandikan jenazah. Dengan demikian kita dapat mengambil manfaat dari apa yang kita yang pelajari agar menambah keyakinan kita dalam beribadah dan senantiasa membiasakan hidup bersih, baik jasmani maupun rohani.
Dengan adanya pemahaman serta kesadaran dalam diri, kita juga harus memberikan pemahaman kepada yang lain untuk mengajak membiasakan hidup bersih, agar umat Islam selalu dalam ketentrraman, itu semua akan terwujud dan terlaksana apabila semua khalayak ikut serta dalam menciptakan hidup bersih dan indah.
DAFTAR PUSTAKA
Ayyub, Hasan. Fikih Ibadah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004.
Al-Qardhawi, Yusuf. Fikih Thaharah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004.
Masyhur, Kahar. Bulughul Maram Jilid I. Jakarta: PT Melton Putra, 1992.
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah. Bandung: PT. Al-Ma’arif.
Ulfah, Isnatin. Fiqih Ibadah. Ponorogo: PENERBIT STAIN Ponorogo PRESS, 2000.
Zubaidi, Ahmad dkk. Menjawab Persoalan Fiqih Ibadah. Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2001.
Pembahasan mengenai mandi tidak dipisahkan dengan pembahasan wudhu, keduanya berada dalam lingkupan yang sama, yaitu bersuci (thaharah). Mandi yang dimaksud bukan mandi sebagaiman yang kita lakukan setiap hari, pagi dan sore, tetapi mandi yang dituntun oleh aturan syari’at Islam. Oleh karena itu, biasanya dikenal dengan “mandi besar”. Mandi besar ini dilakukan dengan mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya atau lebih dikenal dengan rukun mandi besar. Banyak di kalangan masyarakat sekarang yang kurang menegtahui tentang tata cara mandi besar untuk menghilangkan hadats besar. Mereka kurang mempedulikan rukun-rukun yang ada.
Mandi besar merupakan cara bersuci dari hadats agar dapat melakukan suatu ibadah lagi, seperti shalat, puasa, dan amalan ibadah yang lain dengan demikian, di sini akan disampaikan apa definisi dari mandi serta dasar hukumnya, rukun-rukun yang terkandung dalam mandi besar dan hal-hal yang mewajibkan untuk mandi besar.
Semoga dalam penyampaian materi tentang mandi besar ini memberikan manfaat pada kita agar berhati-hati dalam urusan hadats, serta membiasakan hidup bersih. Di sisi lain kita juga dituntut untuk mengerti dan mampu mempraktekkannya.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Dan Hukum Mandi
Secara bahasa mandi (al-Ghusl) berarti mengalikan air ke segala sesuatu secara mutlak (saylan al ma ‘ala al syai’ mutlaqa). Sedang secara istilah:
a) Menurut al-Zuhayli: mengalirkan air ke suluruh bagian tubuh dengan cara tertentu.
b) Syafi’iyah: mengalirkan air ke seluruh tubuh di sertai dengan niat.
Dasar pelaksanaan mandi adalah QS. Al-Ma’idah (5): 6
........
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah…..”.
2. Rukun-Rukun Mandi
a. Niat
Jumhur (selain hanafiyah) mewajibkan niat, sama dengan pembahasan niat dalam wudlu. Adapun niat yang dianggap sah adalah:
1. Niat melakukan kerfadluan mandi.
2. Niat menghilangkan hasats besar / jinabah.
3. Niat supaya
b. Meratakan air ke seluruh anggota tubuh
Termasuk yang dikenai air adalah:
1. Telinga
2. Pusar
3. Semua rambut
4. Kulit kepala
5. Bagian dalam kelamin yang sebelum dikhitan
6. Kuku
Sunah-Sunah Mandi
a. Membasuh kedua tangan sebelum memasukkannya ke dalam tempat air sebanyak tiga kali
b. Membasuh kemaluan
c. Berwudhu secara sempurna seperti halnya wudhu untuk shalat. Dan ia boleh menangguhkan membasuh kedua kaki sampai selesai mandi.
Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwatkan oleh A’isyah
كان رسول الله صل الله عليه وسلّم اذا اغتسل من الجنابة توضّاء وضؤه للصلاة
“Bila Nabi SAW hendak melaksanakan mandi dari jinabah (mandi besar), Beliau berwudhu terlebih dahulu sebagaimana Beliau berwudhu ketika akan melaksanakan shalat”.
d. Mengalirkan air ke kepala sebanyak tiga kali sambil menyelang-nyelangi rambut agar air membasahi kulit kepala.
e. Mengalirkan air ke seluruh tubuh dengan mendahulukan yang kanan, sambil menggosok-gosok anggota tubuh, termasuk bagian-bagian yang tidak mudah dijangkau dan dialiri air.
f. Menutup aurat, meskipun dalam tempat yang sepi.
g. Tidak meminta pertolongan kecuali dalam keadaan terpaksa.
h. Menghadap kiblat.
i. Terus-menerus tanpa diselingi perbuatan yang lain.
Mandi-mandi yang disunahkan:
a. Akan melaksanakan shalat Jum’at.
b. Mandi pada dua hari raya.
c. Mandi setiap tujuh hari.
d. Setelah memandikan mayit.
e. Mandi untuk ihram.
f. Mandi untuk masuk Mekkah.
g. Mandi ketika wukuf di Arafah.
h. Mandi ketika akan melaksanakan tawaf.
i. Mandi ketika akan bermalam di Muzdalifah.
j. Mandi ketika akan melempar jumrah.
k. Mandi ketika akan melaksanakan shalat gerhana.
l. Mandi ketika sehat dari penyakit gila, epilepsy, dan mabuk.
m. Setelah masuk Islam.
n. Sebelum melakukan shalat istisqa’.
o. Mau masuk Masjidil Haram.
p. Setelah melakukan hijamah, yaitu mengobati penyakit dengan menyedot darah di kepala bagian belakang.
q. Setelah mendapat kebaikan.
r. Memasuki kota Madinah
s. Setiap malam pada bulan Ramadhan
t. Perempuan yang habis masa iddahnya
u. Perempuan yang istihadhah, yaitu darah yang keluar dari alat kelamin perempuan, yang bukan termasuk darah haid maupun nifas
3. Hal-Hal Yang Mewajibkan Mandi
Mandi besar ini dilakukan karenha ada sebab-sebab syar’i yang mengharuskan untuk melakukan mandi. Sebab-sebab tersebut dalam syari’at Islam disebut sebagai hadats besar, sehingga tujuan yang ingin dicapai dari mandi ini adalah untuk menghilangkan hadats besar. Hadats besar ini tidak bisa atau tidak cukup apabila dilakukan dengan wudhu, karena wudhu hanyalah media bersuci untuk menghilangkan hadts kecil, tetapi hadats besar hanya dapat dihilangkan dengan mandi besar yang sesuai dengan ajaran Islam, kecuali kalau tidak ada air atau ada kondisi yang tidak memungkinkan seseorang untuk menghilangkan air, maka mandi besar dapat digantikan dengan tayamum.
Dalam membahas mandi yang sesuai dengan ajaran Islam, kita perlu membahas apakah yang menyebabkan kita mandi besar? Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:
“Dan jika kamu junub, maka mandilah”.
Junub arti sebenarnya adalah jauh, seseorang yang melakukan janabat dikatakan junub. Adapun hal-hal yang menyebabkan jinabat adalah:
a. Seseorang menjadi junub ketika alat kelaminnya bertemu dengan alat kelamin seorang wanita sekalipun tidak sampai mengeluarkan sperma. Dan disebut melakukan hubungan seksual. Jika ia memasukkan ujung dzakarnya ke dalam liang vagina wanita. Oleh karena itu, keduanya wajib mandi. Hal tersebut berdasarkan sabda Nabi SAW yang bersumber dari yaitu:
اذا التقى الختانان وجب الغسل فعلته انا ورسول الله صل الله عليه وسلّم فغتسلنا
“Apabila bertemu dua (bekas) khitan (penis dan vagina), maka telah wajib (meskipun) tidak kelur mani, saya melakukan hal itu bersama Rasulullah, kemudian kami mandi. (HR. Malih dan Ahmad dengan lafadz berbeda-beda)”.
Menurut Imam Syafi’i : ”Dalam bahasa Arab pada hakikatnya janabah itu ditunjukkan kepada hubungan kelamin walau tanpa orgasme.” Setiap orang yang mendengar bahwa Si Fulan telah dalam keadaan janabah dengan Fulanah, akan memaklumi bahwa mereka telah mengadakan hubungan kelamin walau tanpa orgasme. Tidak seorangpun membantah bahwa tindakan perzinaan yang wajib menerima hukuman dera itu adalah hubungan kelamin walau tidak keluar mani.
b. Mengeluarkan mani dalam mimpi bersetubuh (ihtilam)
وعن اناس رضى الله عنه قال : قال رسول الله صل الله عليه وسلّم فى المرأة ترى فى منامها ما يرى الرجل. قال تغتسل. متفق عليه، راد مسلم : فقالت امّ سلمة : وهل يكون هذا؟ قال نعم. فمن أين يكون الشّبه.
”Anas bin Malik menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, mengenai perempuan yang bermimpi seperti apa yang dilihat laki-laki (bersetubuh), maka dia wajib mandi”, ditambahkan oleh Muslim dari Ummu Salamah (istri Rasulullah SAW), bahwa dia bertanya, ”Apa mungkin perempuan seperti itu?” jawab Rasulullah, ”Ya”. Dia bertanya lagi, ”Dari arah manapun mungkin sama?”
Keluarnya mani yang memancar dengan nikmat dari seorang laki-laki atau perempuan dalam keadaan terjaga atau dalam keadaan tidur diwajibkan mandi. Baik hal itu disebabkan hubungan badan atau pun karena bermimpi, atau bercumbu rayu, menggosok-gosok alat vital, melihat lawan jenis, memikirkan sesuatu yang fokus pada sisi-sisi seksual. Baik sebabnya halal maupun haram.
Air mani laki-laki kental berwarna putih, sedangkan air mani perempuan cair berwarna kuning. Jika mani keluar tanpa sahwat, baik karena sakit atau karena penyebab lainnya, maka tidak ada kewajiban baginya mandi. Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Jika seseorang merasa ada gerakan mani dari punggungnya namun tidak keluar, jika dzakarnya dipegang sehingga tidak keluar, ada yang mewajibkan mandi dan ada yang tidak mewajibkan mandi.
Imam Syafi’i menjelaskan tentang kriteria yang disebut air mani atau sperma yaitu ”Apabila air tersebut keluar dengan adanya dorongan, rasa nikmat ketika keluarnya disertai dengan ereksi dan melemahnya sahwat atau libido sek setelah keluarnya air tersebut.” Begitu juga beliau tetap mengkriteriakan sebagian air mani meskipun tidak ada dorongan karena sedikitnya air mani yang keluar atau menyerupai darah, hal ini bisa dilihat dari baunya yang seperti bau adonan tepung gandum ketika basah atau menyerupai bau putih telur ayam atau semisalnya ketika kering, dan meskipun tanpa ada dorongan seks dan tanpa rasa nikmat, seperti air mani yang keluar setelah mandi, maka ia harus mengulangi mandi besar tersebut.
c. Terhentinya darah haid dan nifas, berdasarkan QS. Al-Baqarah (2): 222:
•
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.
d. Melahirkan (wiladah). Perempuan yang melahirkan diwajibkan mandi, meskipun anak yang dilahirkan belum sempurna dan ia tidak melihat darah. Ini pendapat sebagian ulama, tetapi pendapat yang lain mengatakan tidak wajib.
e. Orang Kafir bila masuk Islam.
f. Mati, kecuali mati syahid. Hal tersebut didasarkan pada suatu hadits dari ibn Abbas bahwa ada orang yang jatuh dari unta meninggal dunia, kemudian Nabi SAW bersabda:
اغسلوه بماء وسدر وكفنوه فى الثوبين
”Mandikanlah dia dengan air dan dengan wangi-wangian, dan kafanilah dengan dua baju (disepakati ahli hadits)”.
C. Penutup
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa mandi adalah mengalirkan air ke seluruh tubuh dengan cara tertentu dan disertai denga niat. Di dalamnya juga terdapat rukun-rukunnya, diantaranya niat dan meratakan air ke seluruh tubuh. Kita dituntut untuk mengetahui dan menerapkannya dalam kehidupan. Selain itu kita juga dapat mempelajari dan mengetahui sunah-sunah mandi maupun hal-hal yang mengharuskan mandi, diantaranya jinabah, keluar mani, terhentinya haid, wiladah, orang Kafir masuk Islam, dan memandikan jenazah. Dengan demikian kita dapat mengambil manfaat dari apa yang kita yang pelajari agar menambah keyakinan kita dalam beribadah dan senantiasa membiasakan hidup bersih, baik jasmani maupun rohani.
Dengan adanya pemahaman serta kesadaran dalam diri, kita juga harus memberikan pemahaman kepada yang lain untuk mengajak membiasakan hidup bersih, agar umat Islam selalu dalam ketentrraman, itu semua akan terwujud dan terlaksana apabila semua khalayak ikut serta dalam menciptakan hidup bersih dan indah.
DAFTAR PUSTAKA
Ayyub, Hasan. Fikih Ibadah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004.
Al-Qardhawi, Yusuf. Fikih Thaharah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004.
Masyhur, Kahar. Bulughul Maram Jilid I. Jakarta: PT Melton Putra, 1992.
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah. Bandung: PT. Al-Ma’arif.
Ulfah, Isnatin. Fiqih Ibadah. Ponorogo: PENERBIT STAIN Ponorogo PRESS, 2000.
Zubaidi, Ahmad dkk. Menjawab Persoalan Fiqih Ibadah. Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2001.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comments:
Izin comot untuk tugas
Post a Comment