ILMU MUHKAM DAN MUTASYABIH

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
Lafal “Muhkam” dan “Mutasyabih” adalah bentuk mudzakar untuk menyifati kata-kata yang mudzakar, sedangkan lafal “Muhkamah” dan “Mutasyabihat” adalah bentuk muannats untuk menyifati kata-kata yang muannats pula. Kedua lafal tersebut mempunyai banyak arti, baik dari segi etimologi maupun terminologi.
Secara etimologi, berasal dari kata Ihkam berarti banyak, tetapi dalam banyak arti tersebut mempunyai satu pengertian, yaitu menolak dari kerusakan. Selain itu, juga berasal dari kata hakama-hukm yang artinya memutuskan antara dua hal atau lebih perkara. Hakim adalah orang yang mencegah yang zalim dan memisahkan dua pihak yang bertikai. Firman Allah:
           

Artinya : “Inilah kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi Tuhan yang maha bijaksana dan maha tahu”. (QS. Huud,11 : 1)
Sedangkan mutasyabih berasal dari kata syahada, yaitu dua hal yang serupa dengan yang lain. Syubhah ialah dua hal yang tidak dapat dibedakan karena adanya kemiripan baik konkrit maupun abstrak (kitaban mutasyabihan matsani). Firman Allah :
 •     •       (الروم : 23).
Artinya : ”Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang mutasyabih dan berulang-ulang karenanya bergetarlah kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya”.
Secara terminologi, pengertian kedua istilah tersebut dikemukakan sebagai berikut:
1. Menurut Husain bin Muhammad bin Hubaib al-Nisabur, membagi dalam tiga masalah:
a. Ayat-ayat yang muhkam (QS. Hud: 1).
b. Ayat-ayat yang mutasyabih (QS. al-Zumar: 23).
c. Membenarkan bahwa ayat-ayat yang muhkam dan mutasyabih terdapat dalam al-Qur’an (QS. Ali Imran: 7).
Muhkam adalah perkara yang mencegah atau menolak dan menjelaskan antara halal dan haram. Mutasyabih adalah lafad yang secara dhahir dan maknanya berbeda.
2. Menurut sebagian ulama, ayat-ayat muhkam tidak memerlukan penjelasan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih sebaliknya atau masih memerlukan penjelasan.
3. Ulama golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan, lafal muhkam adalah lafal yang diketahui maksudnya, baik sudah jelas artinya maupun karena dita’wilkan. Lafal mutasyabih adalah lafal yang pengetahuannya dimonopoli oleh Allah SWT. Misal, hari kiamat, keluarnya Dajjal, huruf-huruf muqaththa’ah.
4. Imam Fakhrudin Ar-Razi berpendapat, lafal muhkam ialah lafal menunjukkan makna kuat, seperti nash yang jelas. lafal mutasyabih adalah petunjuknya tidak kuat, seperti lafal global, musykil dan dita’wilkan.
5. Ikrimah dan Qatadah mengatakan, lafal muhkam adalah lafal yang maknanya dapat diamalkan karena jelas dan tegas. Lafal mutasyabih adalah lafal yang maknanya tidak perlu diamalkan, cukup diimani atau diyakini eksistensinya saja.
Jadi kesimpulan dari pengertian di atas bahwa ayat-ayat yang muhkam adalah ayat yang sudah jelas maksudnya, menolak atau membedakan yang halal dan haram, menunjukkan makna yang kuat serta dapat diamalkan. Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang belum dapat dibedakan karena ada kemiripan, yang masih memerlukan penjelasan karena hanya Allah yang mengetahui maksudnya, serta tidak kuat petunjuknya dan tidak perlu diamalkan.

B. Sebab-sebab Adanya Ayat Muhkam dan Mutasyabih
Menurut kebanyakan ulama, sebab adanya ayat muhkam sudah jelas, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Ali Imran: 7 dan QS. Hud: 1, serta kebanyakan tertib dan susunan ayat-ayat al-Qur’an itu rapi dan urut, mudah dipahami, tidak menyulitkan serta tidak samar artinya, dan dapat diterima akal.
Sebab adanya ayat-ayat mutasyabih dalam al-Qur’an ialah karena kesamaran maksud syarak ayat-ayatnya yang sulit dipahami, dita’wilkan dan peetnjuknya tidak tegas, karena pengetahuannya dimonopoli oleh Allah.
Menurut al-Raghib al-Asfahani, membagi mutasyabih dalam tiga hal:
1. Kesamaran Lafal
a. Kesamaran dalam lafal mufrad, yaitu tidak jelasnya gharib atau musytarak.
Contoh :
 Pada ayat   (QS. Abasa : 31), berarti dan buah-buahan serta rerumputan. Tetapi dalam ayat   • (QS. Abasa : 32), berarti untuk kesenanganmu dan binatang-binatang ternakmu. Sehingga jelas bahwa arti  adalah rerumputan.
 Pada ayat باليمين فراغ عليهم ضربا ( QS. Shaad: 93), berarti lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya atau dengan kuatnya atau sesuai dengan sumpahnya. Kata اليمين ada argumen mengartikan sebagai sumpah Nabi Ibrahim yang akan menghapus berhala Raja Namrud, sebagaiman ditegaskan dalam QS. al-Anbiya : 57.
 •      
Artinya: “Demi Allah, Sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.
Adapun ayat mutasyabih karena samar dalam lafalnya yaitu huruf muqaththa’ah, seperti الم طه، حم، يس، كهعس، dsb.
b. Kesamaran lafal murakkab (lafal yang tersusun dalam kalimat)
 Contoh Tasyabuh (kesamaran) dalam lafal murakkab terlalu ringkas (QS. an-Nisa : 3)
              
Ayat ini sukar dipahami terjemahannya, dan apabila ayatnya diperpanjang (ditambah), maka keterangannya lebih jelas.
      لوتزوجتموهنّ         
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat”.
 Contoh tasyabuh (kesamaran) dalam lafal murakkab terlalu karena terlalu luas, seperti dalam ayat-ayat لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٌ (tidak ada sesuatupun yang seperti-Nya). Ayat tersebut kelebihan huruf (ك) sehingga menjadi samar artinya.
 Contoh tasyabuh (kesamaran) dalam lafal murakkab karena susunannya kurang tertib. (QS. al-Kahfi : 1)
           
“ Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al kitab (Al-Quran) dan Dia tidak Mengadakan kebengkokan[871] di dalamnya”.
Ayat tersebut kurang tertib, kemudian dirubah menjadi:
       قَيِّمًا    

2. Kesamaran makna ayat
Contohnya, makna dari sifat-sifat Allah SWT, seperti Rahman Rahim-Nya, sifat Qudrat Iradatnya, hari kiamat, kenikmatan kubur, surga, neraka, dan sebagainya. Hal-hal tersebut samar karena lafalnya tidak terjangkau oleh akal.
3. Kesamaran lafal dan makna ayat
Contoh : QS. Al-Baqarah : 189.
          • 
Artinya: “Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa”.
Ayat tersebut menjelaskan tentang kebiasaan (adat istiadat) bangsa Arab pada masa Jahiliyyah. Apabila ayat tersebut ditambah menjadi
ان كنتم محرمين حج او عمرةlebih mudah dimengerti.
C. Macam-macam Ayat Mutasyabih
1. Ayat atau lafad yang tidak dapat diketahui hakikatnya, seperti hari kiamat, daabhatul-ardhi (sejenis binatang yang akan muncul pada saat menjelang kehancuran alam semesta), (QS. an-Naml: 82).
2. Ayat mutasyabih yang diketahui maknanya oleh manusia, seperti lafadz-lafadz yang aneh dan hukum-hukum yang tertutup. Misalnya merinci yang mujmal, menentukan yang musytarak menqayidkan yang mutlak dan sebagainya.
3. Ayat-ayat mutasyabih yang khusus hanya diketahui maknanya oleh orang-orang yang ilmunya dalam dan tidak diketahui selain mereka (QS. Ali Imran: 7).

D. Pandangan Mengenai Ayat-ayat Mutasyabih
Ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat-sifat Allah di antaranya:
1. ”....... Yaitu Tuhan Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas Arsy Qs. At-Thaha : 5 الرحمن على العرشاستوى
2. ”Dan datanglah Tuhanmu, sedang Malaikat berbaris”. Qs. Al-Fajr : 2 وجاء ربّك والملك صفا صفا
3. “Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan” (QS. Ar-Rahman: 27) ويبقى وجه ربك دو الجلال والإكرام
4. ”......Dan supaya diasuh atas mataku”. ولتصنع عيخى
5. ”Tangan Allah di atas tangan mereka”. يد الله فوق ايديهم
6. ”Dan Allah memperingatkan kamu terhadap dirinya”. (QS. Ali- Imron : 28). ويخذركم الله نفسه
Dari ayat-ayat di atas jelaslah terdapat kat-kata “bersemayam”, “dating”, “di atas”,”sisi”, “wajah”, “mata”, “tangan”, dan “diri”, yang dijadikan sifat bagi Allah (Mutasyabih al-Shifat). Shubhi al-Shalih membedakan pendapat ulama ke dalam 2 madzhab:
1. Madzhab Salaf, yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabih dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah. Mereka mensucikan Allah dan mengimani serta menyerahkan urusan mengetahui hakikatnya pada Allah sendiri. Mereka juga disebut madzhab mufawwidah (Tafwid). Ketika Imam Malik ditanya tentang istiwa’, dia berkata:
اَلاِْسْتِوَاءُ مَعْلُوْمٌ وَالْكَيْفُ مَجْهُوْلٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَاَظُنُّكَ رَجُلَ السُّوْءِ اَخْرِجُوْهُ عَنِّى
”Istiwa’ itu maklum, caranya tidak diketahui, mempertanyakannya bid’ah (mengada-ada), saya duga engkau ini orang jahat, keluarkan olehmu orang ini dari majlis saya”.
Secara lahir makna, istiwa’ jelas diketahui setiap orang. Akan tetapi pengertian yang demikian akan membawa kepada asyabih (penyerupaan Tuhan dengan sesuatu) yang mustahil dengan Allah. Karena itulah, bagaimana cara istiwa’ di sisi Allah tidak diketahui, kemudian mempertanyakannya untuk mengetahui maksud sebenarnya menurut syyariat dipandang bid’ah (mengada-ada). Dalam menrapkan sistem ini mereka berargumen aqli dan naqli. Argumen Aqli adalah menentukan maksud dari ayat-ayat mutasyabihat berdasarkan kaidah-kaidah kebahasaan dan penggunaannya di kalangan bangsa Arab. Adapun argumen naqli, mereka mengemukakan beberapa hadits dan atsar sahabat, di antaranya: HR. Bukhari Muslim, hadits yang dikeluarkan oleh Mardawaih, hadits yang dikeluarkan al-Darimi.
2. Madzhab Khalaf, yaitu ulama yang menakwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang laik dengan dzat Allah. Karena itu disebut ”Muawwilah” (Madzhab Takwil). Mereka memaknakan istiwa’ dengan ketinggian abstrak, berupa pengendalian Allah terhadap alam tanpa merasa kepayahan. Kedatangan Allah diartikan kedatangan perintah-Nya, Allah berada di atas hamba-Nya dengan Allah Maha Tinggi, bukan berada di suatu tempat, ”sisi” Allah dengan hak Allah, ”wajah” dengan zat, ”mata” dengan pengawasan, ” tangan” dengan kekuasaan, dan ”diri” dengan siksa. Semua lafal yang mengandung makna ”cinta”, ’murka”, dan ”malu”, bagi Allah ditakwilkan dengan makna majaz yang terdekat. Mereka berkata:
كُلُّ صِفَةٍ يَسْتَحِيْلُ حَقِيْقَتُهَا عَلَى اللهِ تَعَالَى تُفَسَّرُ بِلاَزِمِهَا
”setiap sifat yang makna hakikatnya mustahil bagi Allah ditafsirkan (ditakwilkan) dengan kelazimannya”.

E. Faedah Ayat Muhkam dan Mutasyabih
1. Hikmah ayat muhkam.
a. Menjadi rahmat bagi manusia.
b. Memudahkan untuk mengetahui makna dan maksudnya.
c. Mengamalkan isi kandungan al-Qur’an.
d. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan.
e. Mempermudah penafsiran.
f. Membantu berdakwah.
g. Mempermudah menghafal al-Qur’an.
2. Hikmah ayat mutasyabih.
a. Rahmat Allah SWT.
b. Ujian iman umat manusia.
c. Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia.
d. Menjadikan giat dalam belajar.
e. Memperlihatkan kemu’jizatan al-Qur’an.
f. Memudahkan pemahaman al-Qur’an.
g. Menambah pahala.
h. Membantu mempelajari disiplin ilmu pengetahuan.
i. Menggunakan dalil aqli dan naqli.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Abu. Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar. Pekanbaru: Penerbit AMZAH, 2002.
DJalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu, 2000.
Djalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu, 2002.
Dkk, Saifullah. Ulumul Qur’an. Ponorogo: Prodial Pertama Sejati (PPS) Press, 2004.
Shalih, Subhi. Mahabits fi Ulumil-Qur’an, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an. Jakarta: pustaka Firdaus, 1999.
Syafi’I, Jalaludin As Suyuti. Al Itqan fi ‘Ulumul Qur’an 3. Libanon: Mu’sasatul Kitab as Saqafih, 1996.
Zarqani, Muhammad Abd al-‘Adzim. Manahil al-Irfan fi ulum al-Qur’an 2. Darul Fikr.
Fadhil, Fadhil Abdul Rohmah bil. Al-Qur’an al-Karim. Kudus: Menara Kudus, 2006.
Imam Badruddin Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Qur’an 2 (Libanon: Darul fikr, 1988), 79.
Izzan, Ahmad. ‘Ulumul Qur’an telaah Tekstualitas dan Kontestualitas Al-Qur’an. Bandung: Humaniora, 2009.
Rofi’I, Ahmad Syadali dan Ahmad. Ulumul Qur’an I. Bandung: Pustaka Setia, 2000.

ILMU MUNASABAH

A. Pengertian Ilmu Munasabah
Menurut bahasa munasabah berasal dari kata ناسب – يناسب - مناسبة yang berarti dekat, serupa, mirip, rapat, dan persesuaian atau persambungan, yaitu hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang sebelum atau sesudahnya.
Sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat menurut ulama:
1. Manna’ul Qathathan
Sisi keterkaitan antara beberapa ungkapan didalam satu ayat atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surah didalam Al-Qur’an.
2. Ibn ‘Arabi
Keterkaitan antar ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna.
3. Al-Biqa’i
Suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an.
4. As-Suyuthin
Merumuskan yang dimaksud munasabah adalah hubungan yang mencakup antar ayat ataupun antar surat.
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa Munasabah ialah usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubungan antara ayat atau surah yang dapat diterima oleh akal.



B. Macam-macam Ilmu Munasabah
Munasabah atau persambungan bagian Al-Qur’an yang satu dengan yang lain itu bisa bermacam-macam, jika dilihat dari berbagai seginya.

a. Macam-macam Sifat Munasabah
Jika ditinjau dari segi sifat munasabah atau keadaan persesuaian dan persambungannya, maka munasabah itu ada dua macam, yaitu:
a) Persambungan yang nyata (Dzaahirul Irtibath) atau persambungan yang tampak jelas, yaitu yang persambungan antara bagian Al-Qur’an yang satu dengan yang lain tampak jelas dan kuat.
Contohnya, seperti persambungan antara ayat 1 surah Al-Isra



Artinya:
”Maha suci Alloh, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsho”
Ayat tersebut menerangkan tentang isra’ Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya, ayat 2 surah Al-Isra tersebut yang berbunyi:

Artinya:
”Dan kami berikan kepadaMusa Kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi bani Israel”
Ayat tersebut menjelaskan tentang diturunkannya kitab Taurat kepada Nabi Musa a.s.
Persambungan antara kedua ayat tersebut ialah tampak jelas mengenai diutusnya kedua orang Nabi/Rasul tersebut.

b) Persambungan yang tidak jelas (Khaffiyul Irtibath) atau samarnya persambungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dalam Al-Qur’an, sehingga tidak tampak adanya persambungan untuk keduanya, bahkan seolah-olah masing-masing ayat/surah itu berdiri sendiri-sendiri, baik karena ayat yang satu itu diathafkan kepada yang lain, atau karena yang satu bertentangan dengan yang lain.
Contohnya, seperti hubungan antara ayat 189 dengan ayat 190 surah Al-Baqoroh. Ayat 189 Al-Baqoroh berbunyi:


Artinya:
”Mereka bertanya kepadamu tentang bulan tsabit. Katakanlah, bulan tsabit itu adalan tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji.”
Ayat tersebut menerangkan bulan tsabit atau tanggal-tanggal untuk tanda-tanda waktu dan untuk jadwal ibadah haji.
Sedang ayat 190 surah Al-Baqoroh berbunyi:


Artinya:
”Dan perngilah di jalan Alloh orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas.”
Ayat tersebut menerangkan perintah menyerang kepada orang-orang yang menyerang umat Islam. Sepintas, antara kedua ayat tersebut seperti tidak ada hubungannya. Padahal sebenarnya ada hubungan antara kedua ayat tersebut, yaitu ayat 189 mengenai soal waktu untuk haji, sedang ayat 190 menerangkan bahwa sebenarnya, waktu haji itu, umat Islam dilarang berperang, tetapi jika ia diserang lebih dahulu, maka serangan-serangan musuh itu harus dibalas, walaupun pada musim haji.

b. Macam-macam Materi Munasabah
Dilihat dari segi materinya, maka munasabah itu ada dua macam, sebagai berikut:
a) Munasabah antar ayat, yaitu munasabah antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Munasabah ini bisa berbenuk persambungan-persambungan, sebagai berikut:
1) Diathafkannya ayat yang satu kepada ayat yang lain. Faedah dari munasabah dengan athaf ini adalah untuk menjadikan dua ayat tersebut sebagai dua hal yang sama.
2) Tidak diathafkannya ayat yang satu kepada ayat yang lain. Dalam munasabah ini, tampak hubungan yang kuat antara ayat yang pertama dengan ayat yang kedua.
3) Digabungkannya dua hal yang sama. Seperti hubungan antara ayat 5 dengan ayat 4 surah Al-Anfal. Menerangkan kebenaran bahwa Nabi diperintah hijrah dan ayat 4 menerangkan kebenaran status mereka sebagai kaum mukminin
4) Dikumpulkannya dua hal yang kontradiksi. Pada hubungan antara ayat 94 dengan ayat 95 surah Al-A’raf. Ayat 94 menerangkan ditimpakannya kesempitan dan penderitaan kepada penduduk, tapi ayat 95 menjelaskan kesusahan dan kesempitan itu diganti dengan kesenangan
5) Dialihkannya suatu pembicaraan. Pada hubungan antara surah Shaad ayat 55 dengan ayat 54. Dialihkannya pembicaraan kepada nasib orang-orang yang benar-benar akan kembali ke tempat yang buruk sekali, dan pembicaraan ayat 54 yang membicarakan rezeki dari para ahli surga.
b) Munasabah antar surah, yaitu munasabah antara surah yang satu dengan surah yang lain. Munasabah ini ada beberapa bentuk, sebagai berikut:
1) Munasabah antara dua surah dalam soal materinya, yaitu materi surah yang satu sama dengan materi surah yang lain.
Contohnya, seperti surah kedua Al-Baqoroh sama dengan isi surah yang pertama Al-Fatihah, yakni sama-sama menerangkan 3 hal dalam kandungan Al-Qur’an, yaitu masalah akidah , ibadah, muamalah, kisah dan janji serta ancaman.
2) Persesuaian antara permulaan surah dengan penutupan surah sebelumnya.
Contohnya, seperti awalan surat Al-An’am yang berbunyi:

Artinya:
”Segala puji bagi Alloh yang telah menciptakan langit dan bumi.”

Awalan surah Al-An’am tersebut sesuai dengan akhiran surah Al-Maidah yang berbunyi:


Artinya:
”Kepunyaan Alloh kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada didalamnya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
3) Persesuaian antara pembukaan dan akhiran suatu surah. Sebab, semua ayat dari suatu surah dari awal sampai akhir itu selalu bersambungan dan bersesuaian.
Contohnya, seperti persesuaian antara awal surah Al-Mukminun: yang menjanjikan orang yang beriman itu akan bahagia, dengan akhiran surah tersebut: yang menegaskan bahwa orang-orang yang tidak beriman itu tidak akan bahagia.

C. Kegunaan Ilmu Munasabah
Kegunaan mempelajari Ilmu Munasabah ini banyak sekali, antara lain sebagai berikut:
a) Mengetahui persambungan antara bagian Al-Qur’an, baik antara ayat-ayat maupun surah-surahnya yang satu dengan yang lain.
b) Dapat diketahui tingkat kebalaghahan bahasa Al-Qur’an dan persesuaian ayat atau surahnya yang satu dengan yang lainnya.
c) Membantu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.

Sifat 20 Allah

Ilmu Tauhid (Aqidah/Iman) adalah hal yang paling penting yang harus dipelajari setiap Muslim. Bahkan harus dipelajari lebih dulu sebelum kita mempelajari/melakukan ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya. Bagaimana kita bisa tergerak untuk melakukan ibadah jika dalam hati kita tidak ada iman? Bagaimana kita bisa ikhlas dan khusyuk beribadah jika kita tidak tahu/tidak yakin akan Allah dan sifat-sifatNya?
Banyaknya ummat Islam di Indonesia yang menjadi murtad itu karena mereka nyaris tidak mempelajari dan meyakini ilmu Tauhid sehingga akhirnya tidak tahu Sifat-sifat Tuhan yang asli/sejati. Akhirnya mereka menyembah Tuhan yang sifatnya berlawanan dari sifat Allah seperti menyembah 3 Tuhan dan sebagainya.
Pada Ilmu Tauhid ini diasumsikan orang belum memiliki iman yang kuat kepada Allah, apalagi Al Qur’an. Oleh karena itu dalilnya pun yang pertama dipakai adalah dalil Akal/Logika (Aqli). Setelah beriman, baru dalil Naqli (Al Qur’an) dikemukakan. Pada ilmu tentang Iman, maka Akal harus digunakan. Ada pun jika sudah beriman dan mengenai fiqih misalnya kenapa kalau kentut bukan (maaf) pantat yang dibasuh, tapi harus mencuci anggota badan lainnya, maka dalil Naqli (Al Qur’an dan Hadits) yang harus dipakai. Pada Tauhid, Aqli harus dipakai. Pada Fiqih, Naqli yang dipakai.
Karena itulah Allah dalam Al Qur’an juga kerap menggunakan dalil Akal/Logika kepada kaum yang kafir atau imannya masih lemah. Hanya orang yang berakal saja yang dapat pelajaran.
“…Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” [Ali ‘Imran 7]
Allah juga kerap memakai ilmu pengetahuan seperti penciptaan langit dan bumi sebagai tanda bagi orang yang berakal:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” [Ali ‘Imran 190]
“dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.” [Al Jaatsiyah 5]
Lihat ayat Al Waaqi’ah ayat 58 hingga 72. Allah menggunakan logika kepada manusia (termasuk kita yang membaca surat tersebut) agar menggunakan akal kita:
“Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?” [Al Waaqi’ah 58-59]
“Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?” [Al Waaqi’ah 72]
Allah menggunakan logika dan perumpamaan-perumpamaan (Tamtsil/Ibarat) agar orang yang berakal/berilmu meski dia belum beriman jadi berfikir dan beriman kepada Allah.
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” [Al ‘Ankabuut 43]
Baca juga ayat Al Hasyr 21, Al Kahfi 45, Al Kahfi 54, Ar Ruum 58, Az Zumar 27, dsb. Ada 58 ayat lebih tentang perumpamaan yang dikenal sebagai logika analogi.
Contoh perumpamaan itu adalah ayat Al A’raaf 176, Al ‘Ankabuut 41, Al Baqarah 17, Al Baqarah 171, Al Baqarah 261, Al Baqarah 264, dan sebagainya.
Keliru sekali jika ada orang yang menolak sama sekali penggunaan dalil Akal atau Logika apalagi jika itu ditujukan pada orang yang belum atau masih tipis imannya. Karena itu, banyak orang-orang yang dulunya kafir, akhirnya masuk Islam. Bayangkan, bagaimana mungkin orang mau mempercayai Al Qur’an (firman Allah) jika kepada Allah saja dia belum beriman? Karena itulah pendekatan akal digunakan.
Berbagai firman Allah seperti Afalaa Ta’qiluun, La’allakum Tatafakkaruun, Ulil Albaab merupakan perintah Allah pada manusia untuk menggunakan akal atau fikiran termasuk dalam beragama.
Sifat Allah itu banyak/tidak terhitung. Namun seandainya ditulis 1 juta, 1 milyar, atau 1 trilyun, tentu kita tidak akan sanggup mempelajarinya bukan? Seorang ulama menulis 20 sifat yang wajib (artinya harus ada) pada Tuhan/Allah. Jika tidak memiliki sifat itu, berarti dia bukan Tuhan atau Allah. Minimal kita bisa memahami dan meyakini 13 dari sifat tersebut agar tidak tersesat. Setelah itu kita bisa mempelajari sifat Allah lainnya dalam Ama’ul Husna (99 Nama Allah yang Baik)
Sifat-sifat itu adalah:
1. Wujud (ada)
Allah itu Wujud (ada). Tidak mungkin/mustahil Allah itu ‘Adam (tidak ada).
Memang sulit membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Tapi jika kita melihat pesawat terbang, mobil, TV, dan lain-lain, sangat tidak masuk akal jika kita berkata semua itu terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pembuatnya.
Jika benda-benda yang sederhana seperti korek api saja ada pembuatnya, apalagi dunia yang jauh lebih komplek.
Bumi yang sekarang didiami oleh sekitar 8 milyar manusia, keliling lingkarannya sekitar 40 ribu kilometer panjangnya. Matahari, keliling lingkarannya sekitar 4,3 juta kilometer panjangnya. Matahari, dan 8 planetnya yang tergabung dalam Sistem Tata Surya, tergabung dalam galaksi Bima Sakti yang panjangnya sekitar 100 ribu tahun cahaya (kecepatan cahaya=300 ribu kilometer/detik!) bersama sekitar 100 milyar bintang lainnya. Galaksi Bima Sakti, hanyalah 1 galaksi di antara ribuan galaksi lainnya yang tergabung dalam 1 “Cluster”. Cluster ini bersama ribuan Cluster lainnya membentuk 1 Super Cluster. Sementara ribuan Super Cluster ini akhirnya membentuk “Jagad Raya” (Universe) yang bentangannya sejauh 30 Milyar Tahun Cahaya!
Harap diingat, angka 30 Milyar Tahun Cahaya baru angka estimasi saat ini, karena jarak pandang teleskop tercanggih baru sampai 15 Milyar Tahun Cahaya.
Bayangkan, jika jarak bumi dengan matahari yang 150 juta kilometer ditempuh oleh cahaya hanya dalam 8 menit, maka seluruh Jagad Raya baru bisa ditempuh selama 30 milyar tahun cahaya. Itulah kebesaran ciptaan Allah! Jika kita yakin akan kebesaran ciptaan Tuhan, maka hendaknya kita lebih meyakini lagi kebesaran penciptanya.
Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit, bintang, matahari, bulan, dan lain-lain:
“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” [Al Furqoon:61]
Karena kita tidak bisa melihat Tuhan, bukan berarti Tuhan itu tidak ada. Tuhan ada. Meski kita tidak bisa melihatNya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya.” Pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada hanya karena panca indera manusia tidak bisa mengetahui keberadaan Tuhan adalah pernyataan yang keliru.
Berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, tapi pada kenyataannya benda itu ada?
Betapa banyak benda langit yang jaraknya milyaran, bahkan mungkin trilyunan cahaya yang tidak pernah dilihat manusia, tapi benda itu sebenarnya ada?
Berapa banyak zakat berukuran molekul, bahkan nukleus (rambut dibelah 1 juta), sehingga manusia tak bisa melihatnya, ternyata benda itu ada? (manusia baru bisa melihatnya jika meletakkan benda tersebut di bawah mikroskop yang amat kuat).
Berapa banyak gelombang (entah radio, elektromagnetik. Listrik, dan lain-lain) yang tak bisa dilihat, tapi ternyata hal itu ada?
Benda itu ada, tapi panca indera manusia lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya.
Kemampuan manusia untuk melihat warna hanya terbatas pada beberapa frekuensi tertentu, demikian pula suara. Terkadang sinar yang amat menyilaukan bukan saja tak dapat dilihat, tapi dapat membutakan manusia. Demikian pula suara dengan frekuensi dan kekerasan tertentu selain ada yang tak bisa didengar juga ada yang mampu menghancurkan pendengaran manusia. Jika untuk mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan, apalagi untuk mengetahui keberadaan Sang Maha Pencipta!
Ada jutaan orang yang mengatur lalu lintas jalan raya, laut, dan udara. Mercusuar sebagai penunjuk arah di bangun, demikian pula lampu merah dan radar. Menara kontrol bandara mengatur lalu lintas laut dan udara. Sementara tiap kendaraan ada pengemudinya. Bahkan untuk pesawat terbang ada Pilot dan Co-pilot, sementara di kapal laut ada Kapten, juru mudi, dan lain-lain. Toh, ribuan kecelakaan selalu terjadi di darat, laut, dan udara. Meski ada yang mengatur, tetap terjadi kecelakaan lalu lintas.
Sebaliknya, bumi, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain selalu beredar selama milyaran tahun lebih (umur bumi diperkirakan sekitar 4,5 milyar tahun) tanpa ada tabrakan. Selama milyaran tahun, tidak pernah bumi menabrak bulan, atau bulan menabrak matahari. Padahal tidak ada rambu-rambu jalan, polisi, atau pun pilot yang mengendarai. Tanpa ada Tuhan yang Maha Mengatur, tidak mungkin semua itu terjadi. Semua itu terjadi karena adanya Tuhan yang Maha Pengatur. Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan (orbit) bagi masing-masing benda tersebut. Jika kita sungguh-sungguh memikirkan hal ini, tentu kita yakin bahwa Tuhan itu ada.
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” [Yunus:5]
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” [Yaa Siin:40]
Sungguhnya orang-orang yang memikirkan alam, insya Allah akan yakin bahwa Tuhan itu ada:
“Allah lah Yang meninggi-kan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia berse-mayam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.” [Ar Ra’d:2]
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” [Ali Imron:191]
Artikel lengkap tentang Bukti Tuhan itu Ada dapat anda lihat di www.media-islam.or.id
Hikmah: Kunci Iman menyembah Allah. Kalau orang tidak mempercayai Allah itu ada, maka dia adalah Atheist. Tidak mungkin bisa ikhlas dan khusyu’ menyembah Allah.
2. Qidam (Terdahulu)
Allah itu Qidam (Terdahulu). Mustahil Allah itu Huduts (Baru).
“Dialah Yang Awal …” [Al Hadiid:3]
Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Allah yang menciptakan langit, bumi, serta seluruh isinya termasuk tumbuhan, binatang, dan juga manusia.
“Yang demikian itu adalah Allah, Tuhanmu, Pencipta segala sesuatu..?” [Al Mu'min:62]
Oleh karena itu, Allah adalah awal. Dia sudah ada jauh sebelum langit, bumi, tumbuhan, binatang, dan manusia lainnya ada. Tidak mungkin Tuhan itu baru ada atau lahir setelah makhluk lainnya ada. Sebagai contoh, tidak mungkin lukisan Monalisa ada lebih dulu sebelum pelukis yang melukisnya, yaitu Leonardo Da Vinci. Demikian juga Tuhan. Tidak mungkin makhluk ciptaannya muncul lebih dulu, kemudian baru muncul Tuhan.
3. Baqo’ (Kekal)
Allah itu Baqo’ (Kekal). Tidak mungkin Allah itu Fana’ (Binasa).
Allah sebagai Tuhan Semesta Alam itu hidup terus menerus. Kekal abadi mengurus makhluk ciptaannya. Jika Tuhan itu Fana’ atau mati, bagaimana nasib ciptaannya seperti manusia?
“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati…” [Al Furqon 58]
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” [Ar Rahman:26-27]
Karena itu jika ada “Tuhan” yang wafat atau mati, maka itu bukan Tuhan. Tapi manusia biasa. Hikmah: Jika kita mencintai Allah yang Maha Kekal dan selalu ada dan menjadikanNya teman serta pelindung, niscaya kita akan tetap sabar meski kehilangan segala yang kita cintai.
4. Mukhollafatuhu lil hawaadits (Tidak Serupa dengan MakhlukNya)
Allah itu berbeda dengan makhlukNya (Mukhollafatuhu lil hawaadits). Mustahil Allah itu sama dengan makhlukNya (Mumaatsalaatuhu lil Hawaadits). Kalau sama dengan makhluknya misalnya sama lemahnya dengan manusia, niscaya “Tuhan” itu bisa mati dikeroyok atau disalib oleh manusia. Mustahil jika “Tuhan” itu dilahirkan, menyusui, buang air, tidur, dan sebagainya. Itu adalah manusia. Bukan Tuhan!
Allah itu Maha Besar. Maha Kuasa. Maha Perkasa. Maha Hebat. Dan segala Maha-maha yang bagus lainnya.
“…Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia…” [Asy Syu’aro:11]
Misalnya sifat “Hidup” Allah beda dengan sifat “Hidup” makhluknya. Allah itu dari dulu, sekarang, kiamat, dan hingga hari akhirat nanti tetap hidup. Sebaliknya makhluknya seperti manusia dulu mati (tidak ada). Setelah itu baru dilahirkan dan hidup. Namun itu pun hanya sebentar. Paling lama 1000 tahun. Setelah itu mati lagi dan dikubur. Jadi meski sekilas sama, namun sifat “Hidup” Allah beda dengan makhlukNya.
Demikian juga dengan sifat lain seperti “Kuat.” Allah selalu kuat dan kekuatannya bisa menghancurkan alam semesta. Sementara manusia itu dulu ketika bayi lemah dan ketika mati juga tidak berdaya. Saat hidup pun jika kena tsunami atau gempa apalagi kiamat, dia akan mati.
5. Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri dengan sendirinya)
Allah itu Qiyamuhi Binafsihi (Berdiri dengan sendirinya). Mustahil Allah itu Iftiqoorullah (Berhajat/butuh) pada makhluknya.
“.. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [Al ‘Ankabuut:6]
“Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.” [Al Israa’ 111]
Di dunia ini, semua orang saling membutuhkan. Bahkan seorang raja pun butuh penjahit pakaian agar dia tidak telanjang. Dia butuh pembuat bangunan agar istananya bisa berdiri. Dia butuh tukang masak agar bisa makan. Dia butuh pengawal agar tidak mati dibunuh orang. Dia butuh dokter jika dia sakit. Saat bayi, dia butuh susu ibunya, dan sebagainya.
Sebaliknya Allah berdiri sendiri. Dia tidak butuh makhluknya. Seandainya seluruh makhluk memujiNya, niscaya tidak bertambah sedikitpun kemuliaanNya. Sebaliknya jika seluruh makhluk menghinaNya, tidaklah berkurang sedikitpun kemuliaanNya.
“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” [ Faathir 15]
Hikmah: Tidak sombong dan memohon hanya kepada Allah. Karena Manusia ketika lahir butuh bantuan. Demikian pula ketika mati meski dia kaya dan berkuasa

6. Wahdaaniyah (Esa)
Allah itu Wahdaaniyah (Esa/Satu). Mustahil Allah itu banyak (Ta’addud) seperti 2, 3, 4, dan seterusnya.
Allah itu Maha Kuasa. Jika ada sekutuNya, maka Dia bukan yang Maha Kuasa lagi. Jika satu Tuhan Maha Pencipta, maka Tuhan yang lain kekuasaannya terbatas karena bukan Maha Pencipta.
”Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan yang lain beserta-Nya. Kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu” [Al Mu’minuun:91]
Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” [Al Ikhlas:1-4]
Oleh karena itu, ummat Islam harus menyembah Tuhan Yang Maha Esa/Satu, yaitu Allah. Tidak pantas bagi ummat Islam untuk menyembah Tuhan selain Allah seperti Tuhan Bapa, Tuhan Anak, Roh Kudus. Tidak pantas juga bagi ummat Islam untuk menyembah 3 Tuhan di mana satu adalah yang Menciptakan, satu lagi yang merusak, dan terakhir yang memelihara.
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [An Nisaa’:48]
Hikmah: Tidak mempersekutukan Allah
7. Qudrat (Kuasa)
Sifat Tuhan yang lain adalah Qudrat atau Maha Kuasa. Tidak mungkin Tuhan itu ‘Ajaz atau lemah. Jika lemah sehingga misalnya bisa ditangkap, disiksa, dan disalib, maka itu bukan Tuhan yang sesungguhnya. Hanya manusia biasa.
”… Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” [Al Baqarah:20]
”Jika Dia kehendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian tidak sulit bagi Allah.” [Fathiir:16-17]
Hikmah: menyadari kekuasaan Allah dan tawakal kepada Allah.
8. Iroodah (Berkehendak)
Sifat Allah adalah Iroodah (Maha Berkehendak). Allah melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya. Mustahil Allah itu Karoohah (Melakukan sesuatu dengan terpaksa).
“…Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” [Huud:107]
“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak untuk menciptakan sesuatu, maka Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah!” Lalu jadilah ia.” [Al Baqarah:117]
“…Katakanlah : “Maka siapakah yang dapat menghalangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Al Fath:11]
Hikmah: tawakal kepada Allah dan selalu berdoa kepada Allah
9. Ilmu (Mengetahui)
Allah itu berilmu (Maha Mengetahui). Mustahil Allah itu Jahal (Bodoh). Allah Maha Mengetahui karena Dialah yang menciptakan segala sesuatu.
Sedangkan manusia tahu bukan karena menciptakan, tapi sekedar melihat, mendengar, dan mengamati. Itu pun terbatas pengetahuannya sehingga manusia tetap saja tidak mampu menciptakan meski hanya seekor lalat.
“Dan Allah memiliki kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu basah atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” [Al An’aam:59]
“Katakanlah: Sekiranya lautan jadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis ditulis kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu.” [Al Kahfi:109]
“Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’:176]
10. Hayaat (Hidup)
Allah itu Hayaat (Maha Hidup). Tidak mungkin Tuhan itu Maut (Mati). Jika Tuhan mati, maka bubarlah dunia ini. Tidak patut lagi dia disembah. Maha Suci Allah dari kematian/wafat.
“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup kekal Yang tidak mati…” [Al Furqaan:58]
11. Sama’ (Mendengar)
Allah bersifat Sama’ (Maha Mendengar). Mustahil Tuhan bersifat Shomam (Tuli).
Allah Maha Mendengar. Mustahil Allah tuli.
“… Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al Baqarah:256]
12. Bashor (Melihat)
Allah bersifat Melihat. Mustahil Allah itu ‘Amaa (Buta).
“Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” [Al Hujuraat:18]
Hikmah: takut berbuat dosa karena Allah selalu melihat kita
13. Kalam
Allah bersifat Kalam (Berkata-kata). Mustahil Allah itu Bakam (Bisu)
“…Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung” [An Nisaa’ 164]
Jika kita meyakini ini, tentu kita tidak akan menyembah berhala yang tidak bisa bicara sebagai Tuhan [Al Anbiyaa’ 63-65]
Demikianlah sifat-sifat Allah yang penting yang wajib kita ketahui agar kita tahu mana Tuhan yang asli dan mana yang bukan. Jika sifat-sifat Tuhan itu kita pahami dan yakini, niscaya kita tidak akan menyembah 3 Tuhan atau Tuhan yang Mati atau Tuhan yang Lemah, dan sebagainya. Kita hanya mau menyembah Allah yang memiliki sifat-sifat di atas dengan sempurna.
Ada pun sifat-sifat ke 14-20 sesungguhnya merupakan bentuk Subyektif/Pelaku dari Sifat nomor 7-13 yaitu:
14. Qoodirun: Yang Memiliki sifat Qudrat
15. Muriidun: Yang Memiliki Sifat Iroodah
16. ‘Aalimun: Yang Mempunyai Ilmu
17. Hayyun: yang Hidup
18. Samii’un: Yang Mendengar
19. Bashiirun: Yang Melihat
20. Mutakallimun: Yang Berkata-kata

Sifat jaiz

Sifat jaiz bagi Allah hanya satu yaitu Allah SWT bebas berbuat atau tidak berbuat yang menjadi wewenang sepenuhnya bagi Allah SWT untuk menentukannya sendiri. Bagi Allah menjadikan ala mini tidak sepenuhnya wajib, tetapi semata-mata boleh saja hukumnya, sebab jika Allah menjadikannya wajib, berarti semua mahkluk menjadi suatu hal yang wajib adanya. Padahalah yang wajib adalah Allah semata. Sebaliknya, Allah SWT boleh saja tidak menjadikan alam dan seluruh isinya ini. Dan tidak mustahil jika Allah SWT tidak menjadikan ala mini.
Sifat yang mustahil bagi ALLah Taala.
Dan apabila telah pasti dengan segala dalil akal dan kewajaran, maka seperti mana sifat yang wajib bukanlah akal yang menentukan ALLah Taala tidak bersifat dengan lawan sifat pasti (wajib) itu. Kerana telah pasti (wajib) ALLah Taala bersifat dengan segala sifat Kamalat yakni Kesempurnaan, maka pastilah juga Zat ALLah Taala itu tidak bersifat dengan lawan sifat yang pasti itu.
Adapun sifat yang mustahil Zat ALLah Taala bersifat dengannya iaitu:
1. Adam yakni tiada, lawan Ujud yakni Ada.
2. Huduth yakni baharu, lawan Qidam yakni Sedia.
3. Fana’ yakni binasa, lawan Baqa’ yakni Kekal.
4. Mumathalatuhu lilhawadith yakni bersamaan dengan segala yang baharu, lawan Mukhalafatuhu lihawadith yakni Bersalahan dengan sesuatu yang Baharu.
5. Qiamuhu bighairih yakni berdiri dengan yang lain, lawan Qiamuhu Binafsih yakni Berdiri dengan sendirinya.
6. Ta’addud yakni berbilang, lawan Wahdaniah yakni Esa.
7. Ajz yakni lemah, lawan Qudrah yakni Berkuasa.
8. Karahah yakni benci pada menentukan, lawan Iradah yakni Berkehendak pada Menentukan.
9. Jahl yakni jahil, lawan Ilmu yakni Mengetahui.
10. Maut yakni mati, lawan Hayah yakni Hidup.
11. Samam yakni pekak, lawan Sama’ yakni Mendengar.
12. Umi yakni buta, lawan Basar yakni Melihat.
13. Bukm yakni bisu, lawan Kalam yakni Berkata-kata.
14. Kaunuhu ajizan yakni berkeadaan yang lemah, lawan Kaunuhu Qaadiran yakni berkeadaan Yang Berkuasa.
15. Kaunuhu karihan yakni berkeadaan benci pada menentukan, lawan Kaunuhu Muridan yakni Berkeadaan Kehendak pada Menentukan.
16. Kaunuhu jahilan yakni berkeadaan yang bodoh, lawan Kaunuhu Aliman yakni Berkeadaan Yang Mengetahui.
17. Kaunuhu mayyitan yakni berkeadaan yang mati, lawan Kaunuhu Hayyan yakni Berkeadaan Yang Hidup.
18. Kaunuhu asam yakni berkeadaan yang pekak, lawan Kaunuhu Sami’an yakni Berkeadaan Yang Mendengar.
19. Kaunuhu a’ma yakni berkeadaan yang buta, lawan Kaunuhu Basiran yakni Berkeadaan Yang Melihat.
20. Kaunuhu abkam yakni berkeadaan yang bisu, lawan Kaunuhu Mutakalliman yakni Berkeadaan Yang Berkata-kata.

AQSAM

A. PENGERTIAN AQSAM
Aqsam adalah bentuk jamak dari qasam yang berarti al-hilf dan al yamin, yakni sumpah oleh karena qasam banyak terjadi dalam pembicaraan, dia diringkaskan yaitu dengan membuang fiil qasam dan cukup dengan ba saja. Kemudian ba diganti dengan wawu pada isim-isim dhahir, seperti :
   ( اليل : 1 )
” Demi malam apabila dia menutupi siang”
Namun ada juga qasam dengan ”ta” ini jarang digunakan seperti :
 •  ..........( الانبياء : 57)
”Demi Allah sungguh aku akan membuat suatu tipu daya terhadap berhala-berhalamu.......”
Qasam dan yamin adalah dua kata sinonim, yang mempunyai makna yang sama. Qasam di definisikan sebagai ”mengikat jiwa (hati) agar tidak melakukan atau melakukan sesuatu dengan ”suatu makna” yang dipandang besar, agung, baik secara hakiki maupun secara i’tiqadi, oleh orang yang bersumpah itu”. Bersumpah juga dinamakan dengan yamin (tangan kanan), karena orang Arab ketika sedang bersumpah memegang tangan kanan sahabatnya.

B. FAEDAH QASAM DALAM AL-QUR’AN
Bahasa Arab mempunyai keistimewaan tersendiri berupa kelembutan ungkapan dan beraneka ragam uslubnya sesuai dengan berbagai tujuanya, lawan bicara (mukhatab) mempunyai beberapa keadaan yang dalam ilmu ma’ani disebut adrubul khabar as-salasah atau tiga macam pola penggunaan kalimat berita : ibtida’i, talagi dan ingkari.
Mukhatab seorang berhati kosong, sama sekali tidak mempunyai persepsi akan pernyataan (hukum) yang diterangkan kepadanya, maka perkataan yang disampaikan kepadanya tidak perlu memakai penguat (ta’kid). Penggunaan perkataan demikian dinamakan ibtida’i.
Terkadang pula ia ragu-ragu terhadap kebenaran pernyataan yang disampaikan kepadanya, maka perkataan untuk orang semacam ini sebaiknya diperkuat dengan suatu penguat guna menghilangkan keraguannya. Perkataan demikian dinamakan talabi.
Dan terkadang ia ingkar atau menolak isi pernyataan. Maka pembicaraan untuknya harus disertai penguat sesuai kadar keingkaraanya, kuat atau lemah. Pembicaraan demikian dinamakan ingkari.
Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyur untuk memantabkan dan memperkuat kebenaran sesuatu didalam jiwa Qur’an al karim diturunkan untuk seluruh manusia dan manusia mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya. Diantaranya ada yang meragukan, ada yang mengingkari dan ada pula yang amat memusui. Karena itu dipakailah qasam dalam kalamullah, guna menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalah fahaman, menegakkan hujjah, menguatkan khabar dan menetapkan hukum dengan cara paling sempurna.

C. MUQSAM BIH DALAM AL-QUR’AN
Allah bersumpah dengan zat-Nya yang kudus dan mempunyai sifat-sifat khusus, atau dengan ayat-ayat-Nya yang memantabkan eksistensi dan sifat-sifat-Nya. Dan sumpah-Nya dengan sebagian makhluk menunjukkan bahwa makhluk itu termasuk salah satu ayat-ayat-Nya yang besar.
Allah telah bersumpah dengan Zat-Nya sendiri dalam Qur’an pada tujuh tempat :
1. ”Orang-orang kafir menyangka bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah : tidak demikian , demi Tuhanku, benar-benar kamu akan di bangkitkan” (at-taghabun : 7).
2. ”Dan orang-orang kafir berkata : Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami, Katakanlah : pasti datang demi Tuhanku, sungguh kiamat itu pasti akan datang kepadamu”. (Saba’ : 3)
3. ”Dan mereka menanyakan kepadamu : Benarkah (azab yang dijanjikan) itu ? Katakanlah : Ya demi Tuhanku sesungguhnya azab itu benar”. (Yunus : 53)
Dalam ketiga ayat ini Allah memerintahkan Nabi agar bersumpah dengan-Nya.
4. ”Demi Tuhanku, sungguh kami akan membangkitkan mereka bersama syaitan”. (Maryam : 68)
5. ”Maka demi Tuhanmu, kami akan menanyai mereka semua!”. (al-Hijr : 65)
6. ”Maka demi Tuhanmu mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan”. (an-Nisa’ : 65)
7. ”Maka aku bersumpah dengan Tuhan yang memiliki timur dan barat”. (al-Ma’arjj : 40)
Sumpah dengan makhlukNya inilah yang paling banyak dalam al-Qur’an seperti :
” Demi matahari dan cahayanya dipagi hari, dan bulan apabila mengisinya......( asy-syamsi 1-7)
Allah dapat saja bersumpah dengan apa yang Dia kehenaki, akan tetapi sumpah manusia dengan selain Allah merupakan salah satu bentuk kemusyrikan.
Rosulullah bersabda :
مَنْ خَلَفَ ِبعَيمِ اللهِ َفقَدْ كَفَرَ اعَوْ اءَ شَرَك ( رواه الترمنى )
”Barang siapa bersumpah dengan selain (nama) Allah, Maka ia telah kafir atau telah mempersekutukan (Allah)


D. MACAM-MACAM QASAM
Aqsam atau qasam itu ada kalanya zahir (jelas) dan ada kalanya mudmar (tidak jelas).
1) Zahir ialah sumpah yang didalamnya disebutkan fi’il qasam dan mugsamgih. Dan di antaranya ada yang dihilangkan fi’il aqsamnya, sebagaimana pada umumnya, karena dicukupkan dengan huruf jarr berupa ”ba” , ”wawu” dan ”ta”.
2) Mudmar yaitu yang didalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsambih, tetapi ia ditunjukkan oleh ”lam tauhid) yang masuk kedalam jawab aqsam seperti firman Allah :
     ……..
”Kamu sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu” (al-Imran : 186). Maksudnya demi Allah kamu akan diuji.

PENDIDIKAN ISLAM ZAMAN ORDE LAMA DAN ORDE BARU

A. Pendidikan Islam di Zaman Orde Lama
Setelah Indonesia merdeka, penyelenggaraan pendidikan agama mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah Negeri maupun Swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945, yang menyebutkan bahwa: Madrasah dan Pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaknya pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.
Kenyataan yang demikian timbul karena kesadaran ummat Islam yang dalam, setelah sekian lama merdeka terpuruk di bawah kekuasaan penjajah. Sebab pada zaman penjajahan Belanda pintu masuk pendidikan modern bagi ummat Islam terbuka secara sangat sempit. Dalam hal ini minimal ada dua hal yang menjadi penyebabnya, yaitu :
1. Sikap dan kebijaksanaan pemerintah kolonial yang amat diskriminatif terhadap kaum muslimin.
2. Politik nonkooperatif para ulama terhadap Belanda yang menfatwakan bahwa ikut serta dalam budaya Belanda, termasuk pendidikan modernnya, adalah suatu bentuk penyelewengan agama. Mereka berpegangan kepada salah satu hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya “Barang siapa menyerupai suatu golongan, maka ia termasuk ke dalam golongan itu”. Hadits tersebut melandasi sikap para ulama pada wakti itu.
Itulah diantara beberapa faktor yang menyebabkan mengapa kaum muslimin Indonesia amat tercecer dalam segi intelektualitas ketimbang golongan lain. Akan tetapi keadaan berubah secara radikal setelah kemerdekaan Indonesia tercapai, seakan-akan merupakan ganjaran untuk para pahlawan nasional sepanjang sejarah yang umumnya terdiri dari para ulama atau yang di jiwai oleh keislaman itu, kemerdekaan membuahkan sesuatu yang luar biasa besar manfaatnya bagi kaum muslimin, terutama di bidang pendidikan modern.
Selanjutnya Pendidikan Agama ini diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 Tahun 1950 pada Bab XII pasal 20, yaitu :
1. Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
2. Cara penyelenggaraan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.
Pada zaman 1950 dimana kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh Indonesia, maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia makin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin oleh Prof. Mahmud Yunus dari Departemen Agama dan Mr. Hadi dari Departemen P dan K. hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1981. Isinya ialah :
a. Pendidikan Agama di berikan mulai Kelas IV Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar).
b. Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat (misalnya di Sumatra, Kalimantan dan lain-lain), maka pendidikan agama diberikan mulai kelas 1 SR dengan catatan bahwa mutu pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV.
c. Di sekolah lanjutan tingkat pertama dan tingkat atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
d. Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua/walinya.
e. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Untuk menyempurnakan kurikulumnya maka dibentuk panitia yang dipimpin oleh KH. Imam Zarkasyi dari pondok Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Menteri Agama pada tahun 1952.
Pada akhir orde lama tahun 1965 lahir semacam kesadaran baru bagi umat Islam, dengan timbulnya minat yang mendalam terhadap masalah-masalah pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkuat umat Islam, sehingga sejumlah organisasi Islam dapat dimantapkan. Dalam bab ini kementerian agama telah mencanangkan rencana-rencana progam pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sbb :
1. Pesantren Indonesia klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama.
2. Madrasah Diniyah yaitu sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 – 20 tahun.
3. Madrasah-madrasah swasta yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang bersamaan dengan pengajaran agama juga diberikan pelajaran umum.
4. Madrasah Ibtidaiyah negeri (MIN) yaitu sekolah dasar negeri 6 tahun.
5. Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada madrasah Ibtidaiyah negeri (MIN) 6 tahun.
6. Pendidikan teologi tertinggi, pada tingkat universitas diberikan sejak tahun 1965 pada IAIN.


B. Pendidikan Islam di Zaman Orde Baru
Sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib mulai Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh Indonesia. Pemerintah dan rakyat akan membangun, manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan tekad dan semangat tersebut maka kehidupan beragama dan pendidikan agama khususnya makin memperoleh tempat yang kuat dalam struktur organisasi pemerintah dan dalam masyarakat pada umumnya.
Sementara itu yang menjadi sasaran pembangunan jangka panjang di bidang agama adalah terbinanya iman bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam kehidupan selaras, seimbang dan serasi antara lahiriyah dan rohaniyah, mempunyai jiwa yang dinamis dan semangat gotong royong, sehingga bangsa Indonesia sanggup meneruskan perjuangan untuk mencapai cita-cita- dan tujuan nasional.
Pemerintah memandang bahwa agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dan strategis. Peran utama agama sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional, agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia dan kemakmuran rakyat.
Teknik pelaksanaan pendidikan agama disekolah-sekolah umum mengalami perubahan-perubahan tertentu seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tegnologi serta perubahan system proses belajar mengajar, misalnya tentang materi pendidikan agama diadakan pengintegrasikan dan pengelompokan, yang tampaknya lebih terpadu dan diadakan pengurangan alokasi waktu. Kemudian dibuat penghubung antara pelajaran agama dan pelajaran lain.
Ada dua cara yang memungkinkan untuk menghubungkan mata pelajaran agama dengan mata pelajaran lain yakni cara okasional dan cara sistematis.
a. Cara Okasional
Yaitu dengan cara bagian dari satu pelajaran dihubungkan dengan bagian dari pelajaran lain bila ada kesempatan yang baik. Hubungan secara Okosional ini biasanya disebut juga korelasi. Hal ini sejalan dengan prinsip kurikulum korelasi, misalnya pada waktu guru membicarakan pelajaran fiqh tentang hokum makan dan minuman dapat menghubungkannya dengan pendidikan kesehatan.
b. Cara Sistematis
Yaitu dengan cara bahan-bahan pelajaran itu dihubungkan lebih dahulu menurut rencana tertentu sehingga bahan-bahan itu seakan-akan merupakan satu kesatuan yang terpadu. Hal ini disebut konsentrasi sistematis, meliputi: konsentrasi sistematis sebagian dan konsentrasi sistematis total.

POLITIK ETIS (ETICHE POLITICS)

A. Politik Etis
Pada tahun 1901 belanda melakukan politik etis, yaitu mendirikan pendidikan rakyat sampai kedesa yang memberikan hak-hak pendidikan pada pribumi dengan tujuan untuk mempersiapkan pegawai-pegawai yang kerja untuk belajar juga untuk manghambat pendidikan tradisional. Politik etis adalah nama lain dari politik “balas budi” yang ditetapkan pemerintah colonial belanda kepada rakyat hindia belanda dan ahir abat 19 atau awal abat 20. politk etis tersebut adalah fajar budi atau dalam bahasa jerman adalah Aufklrung (pencerahan) bagi bangsa Indonesia dimana fajar budi itu terlihat sinar-sinarnya dengan dibuatnya setelah untuk pendidik pribumi.

B. Latar belakang politik etis
Pada awal sebelum dilaksanakannya politk etis keadaan social dan ekonomi di Indonesia begitu buruk dan jauh dari kata sejahtera terutama untuk pendidikan pribumi yang bukan dikalangan bangsawan. Pendidikan bukan menjadi baik justru sebaliknya. Dari bidang ekonomi tanah-tanah farah yang luas masih dikuasai oleh perantuan tanah yang dimana rakyat biasa hanya sebagai penyewa dan pekerja saja. Bidang politk masalah yang berkembang saat ini adalah sentralisasi politik yang kuat sehingga tidak ada pemisahan kekuasaan dan keuangan antara pemerintah koloniol dan bangsa Indonesia yang berdampak pada ketidak sejahteraan pribumi. Keadaan ini mendapatkan tanggapan dari golongan social democrat yang didalangi oleh VON Deventer yang kemudian dijuluki bapak pangeran etis yang menginginkan adanya balas budi unntuk bangsa Indonesia. Van deveter dalam majalah de gres mengkritrik pemerintah colonial dan menyarankan agar dilakukan politik kehormatan (hutang kekayaan) atas segala kekayaan yang telah diberikan untuk bangsa Indonesia terhadap Negara belanda.
Kritikan ini kemudian direspon oleh Ratu Wilhelmina dalam pengangkatannya sebagai ratu baru balanda pada tahun 1898 dan mengeluarkan pernyataan bahwa bangsa belanda mempunyai hutang moril dan perlu diberikan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia.selain dua factor ini, juga karena perubahan politik dibelanda yaitu dengan berkuasanya kalangan liberal yang menginginkan dilakukannya sisitem ekonomi bebas dan kapitalisme dan mengusahakan agar pendidikan mulai di tingkatkan di indonesia. Adanya doktrin dari dua golongan yang berbeda semakin membuat politik etis agar segera dilaksanakan yaitu:
 Golongan misionaris
Tiga partai Kristen partai katolik, anti revolisoner dan kresten yang programnya adalah kewajiban belanda untuk mengangkat derajat pribumi yang didasarkan oleh agama.
 Golongan koseriatif
Menjadi kewajiban kita sebagai bangsa yang lebih tinggi derajatnya untuk memberadapkan orang-orang terbelakang.
Itulah dua doktrin yang berkembang pada saat itu karena bagi mereka tujuan terahir politik colonial seharusnya telah meningkatkan kesejahteraan dan perkembangan moral penduduk pribumi, evaluasi ekonomi bukan eksploitasi colonial melainkan pertanggung jawaban moral.
C. Isi Politik Etis
Pada 17 September 1907, Ratu Wilhelmira yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan parlemen belanda, bahwa pemerintah belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eersehuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia belanda. Ratu wilhelmira menuangkan panggilan moral tidak kedalam kebijakan politik etis, yang terankum dalam program trias politika yang meliputi:
1. Irigasi(pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluasan peratanian.
2. Dua imigrasi yakni mengajak pendidik untuk transmigrasi.
3. Memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan (edukasi).
D. Implikasi Pelaksaan Poliik Etis
Dampak yang di timbulkan oleh politik etis tentunya ada yang negatif dan positif namun yang perlu kita ketahui adalah bahwa hampir semua program dan tujuan awal dari politik etis banyak yang tak terlaksana dan mendapat hambatan. Namun satu program yang berdampak positif dengan sifat jangka panjang bagi bangsa Indonesia adalah bidang pendidikan yang akan mendatangkan golongan terpelajar dan terdidik yang dikemudian hari akan membuat pemerintahan Belanda menjadi terancam dengan munculnya Budi Utomo, Sarikat Islam dan berdirinya Volksraad. Adapun dampak-dampak yang terlihat nyata adalah dalam tiga bidang :
- Politik : Desentralisasi kekuasaan atau otonomi bagi bangsa Indonesia, namun tetap saja terdapat masalah yaitu golongan penguasa tetap kuat dalam arti intervensi, karena perusahaan-perusahaan Belanda kalah saing dengan Jepang dan Amerika menjadikan sentralisasi berusaha diterapkan kembali.
- Sosial : Lahirya golongan terpelajar, peningkatan jumlah melek huruf, perkembangan bidang pendidikan adalah dampak positifnya namun dampak negatifnya adalah kesenjangan antara golongan bangsawan dan bawah semakin terlihat jelas karena bangsawan kelas atas dapat berseolah dengan baik dan langsung di pekerjakan di perusahaan-perusahaan Belanda.
- Ekonomi : lahirnya sistem Kapitalisme modern, politkk liberal dan pasar bebas yang menjadikan persaingan dan modal menjadi indikator utama dalam perdagangan. Sehingga yang lemah akan kalah dan tersingkirkan. Selain itu juga muculnya dan berkembangnya perusahaan-perusahaan swasta dan asing di Indonesia seperti Shell
E. Pendidikan dan Pengajaran
• Pendidikan dan Pengajaran Sebelum Politik Etis
Pada tahun 1602 Belanda mendirikan VOC badan usaha ini merupakan persekutuan dagang Belanda yang merebut penjajahan Portugis di Nusantara Timur dan menetap di tempat itu. Kemudian, di dalam rapat kapal – kapal perdagangan VOC atau kompeni membawa pendeta – pendeta yang akan menyebarkan agama Kristen Protestan. Dengan kegiatan penyebaran agama ini, selanjutnya berdirilah sekolah – sekolah. Adapun tujuan didirikannya sekolah - sekolah tersebut yaitu sebagai upaya penyebaran Agama Kristen Protestan. Materi yang diajarkan, yaitu membaca alkitab, agama kristen, menyanyi, menulis dan menghitung.
Dengan demikian, banyak sekali permasalahan yang timbul dalam dunia pendidikan pada periode ini, diantaranya seperti :
a. Ada perbedaan dalam penyelenggaraan pendidikan. Artinya, ada sekolah – sekolah rendah Eropa dengan Bahasa pengantar Belanda dan Sekolah rendah pribumi (kristen) dengan bahasa pengantar melayu dan Portugis.
b. Pendirian sekolah tidak merata, hal ini disebabkan karena di tempat itulah pusat rempah – rempah. Sekolah kejuruan tidak diselenggarakan sama sekali sebab belum terniat oleh mereka untuk meningkatkan taraf hidup ekonomi rakyat.
c. Juga ada kesedihan bagi rakyat yang menganut agama Kristen Katolik. Hal ini disebabkan karena VOC mengusir paderi – paderi dan gereja – gereja. Oleh karena itu, sekolah – sekolah Katolik ditutup.
• Pendidikan dan Pengajaran Pada Saat Politik Etis
Diseluruh dunia terdapat perkembangan dan pembaruan di bidang politk, ekonomi, dan ide – ide. Hal ini mendorong pemerintah Belanda untuk memberikan lebih banyak lagi kesempatan anak bumi putera untuk menerima pendidikan. Atas dasar itulah, timbul suatu aliran di kalangan bangsa Belanda yang terkenal sebagai politik etis (etiche politiek). Aliran ini dicetuskan oleh Van Deventer dengan semboyan “Hutang Kehormatan”. Akhirnya, aliran ini terkenal dengan slogan edukasi, irigasi, dan emigrsi.
Selain Van Deventer, ada pula Snouck Hourgroje, tokoh Belanda yang mendukung pemberian pendidikan kepada aristrokat Bumiputera. Menurut balai pustaka jenis sekolah yang ada, antara lain :
 Pendidikan Rendah (lager Onderwijs)
Pada hakikatnya pendidikan dasar untuk tingkat sekolah dasar menggunakan dua sistem pokok, yaitu :
a. Sekolah Rendah dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.
b. Sekolah Rendah dengan bahasa pengantar bahasa daerah.
 Pendidikan lanjutan / Pendidikan menengah (Midleboar Onderwijs)
Sebenarnya terdapat satu jenis sekolah lanjutan menurut sistem persekolahan Belanda di golongan sekolah dasar, yaitu sekoilah dasar yang lebih luas (Meer Vitgebreld lagere Onderwijs) atu MULO yang berbahasa pengantar bahasa Belanda, denag lama sekolah antara tiga sampai empat tahun.
 Sekolah menengah Umum (Algemeene Middlebares School atau AMS) merupakan kelanjutan dari MULO yang berbahasa Belanda dan diperuntukkan untuk golongan Bumiputera dan Timur Asing dengan lama belajar tiga tahun. AMS terdiri dari 2 jurusan yaitu :
1. Bagian A, Pengetahuan Kebudayaan.
2. Bagian B, Pengetahuan Alam.
 Sekolah Warga Negara Tinggi (Hooger Burger School atau HBS). Sekolah ini disediakan untuk golongan Eropa, bangsawan Bumiputera, atau tokoh – tokoh terkemuka.bahasa pengantar yang dipakai yaitu bahasa Belanda dan berorientasi ke Eropa barat, khususnya Belanda. Lama sekolah antara tiga dan lima tahun.
F. Pelaksanaan Politik Etis
Dalam pelaksannan politik etis oleh Van Deventer di konsepsikan dalam wujud irigasi, edukasi dan emigrasi.
1. Irigasi Pengairan dan Infastrutur:
merupakan program pembangunan dan penyempurnaan social dan prasarana untuk kesejahteraan terutama dibidang pertanian dan perkebunan serta perbaikan prasarana infrastruktur.
2. Educate (pendidikan):
Merupakan program peningkatan mutu SDM dan pengurangan jumplah buta huruf yang implikasi baiknya untuk pemerintah belanda, yaitu dengan pendirian sekolah-sekolah.
3. Emigrasi (transmigrasi):
Merupakan program pemerataan pendidikan jawa dan madura dengan dibuatnya pemukiman disumatra utara dan selatan dimana dibuka perkebunan-perkebunan baru yang membutuhkan banyak sekali pengelola dan pegawainya,
Akan tetapi kebijakan pertama dan kedua disalah gunakan untuk pemerintah belanda dengan membanggun irigasi untuk perkebunan-perkebunan belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan belanda untuk dijadikan pekerja rodi, hanya pendidikan yang membawa dampak positif bagi Indonesia.
G. Kekurangan Pelaksanaan Politik Etis.
Kekurangan dari pelaksanaan pelitik etis adalah kebijakan ini hanya dibutuhkan bagi orang pribumi (eksklusif).buktinya adalah pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan untuk kalangan pribumi. Sementara orang-orang campuran tidak dapat masuk ketempat itu. Bagi mereka yang ingin melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi harus pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal. Padangan pemerintah colonial yang memandang bahwa hanya orang pribumilah yang harus ditolong, di tentang oleh Ernest Douwes dekker. Menurutnya, seharusnya politik etis ditujukan bagi semua pendidik hindia belanda (indies) yang didalamnya termasuk orang eropa yang menetap dan tionghoa.

PENDIDIKAN DAN PENDIDIK

1.PENDIDIKAN
Pendidikan memiliki definisi yang sangat luas dan dapat dilihat dari berbagai sudut.yaitu:
bahasa Arab : berasal dari kata Tarbiyah, dengan kata kerja Rabba yang memiliki makna mendidik atau mengasuh. Jadi Pendidikan dalam Islam adalah Bimbingan oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani dan akal anak didik sehingga bisa terbentuk pribadi muslim yang baik.
Bahasa Yunani : berasal dari kata Pedagogi, yaitu dari kata “paid” artinya anak dan “agogos” artinya membimbing. Itulah sebabnya istilah pedagogi dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar anak (the art and science of teaching children).
Definisi UmumPendidikan dapat diartikan sebagai Suatu metode untuk mengembangkan keterampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi lebih baik.
Pendidikan Islam merupakan suatu upaya yang terstruktur untuk membentuk manusia yang berkarakter sesuai dengan konsekuensinya sebagai seorang muslim. Dalam perjalanannya ada tiga jalan yang harus ditempuh untuk mengupayakan hal tersebut, yaitu:
1. Penanaman akidah Islam berdasarkan pemikiran yang matang dan dijalankan dengan cara yang damai.
2. Menanamkan sikap konsisten pada orang yang sudah memiliki akidah islam agar segala tindak tanduk dan cara berpikirnya tetap berada di jalurnya sebagai seorang muslim.
3. Mengembangkan kepribadian islam pada mereka yang sudah memilikinya dengan cara mengajaknya untuk bersungguh-sungguh menjalankan kehidupan secara islami, dalam artian semua pemikiran dan amalannya sesuai dengan kodratnya sebagai seorang muslim.
Dasar pendidikan adalah pondasi atau landasan yang kokoh bagi setiap masyarakat untuk dapat melakukan perubahan sikap dan tata laku dengan cara berlatih dan belajar dan tidak terbatas pada lingkungan sekolah, sehingga meskipun sudah selesai sekolah akan tetap belajar apa-apa yang tidak ditemui di sekolah. Hal ini lebih penting dikedepankan supaya tidak menjadi masyarakat berpendidikan yang tidak punya dasar pendidikan sehingga tidak mencapai kesempurnaan hidup. Apabila kesempurnaan hidup tidak tercapai berarti pendidikan belum membuahkan hasil yang menggembirakan.
Menurut Ikhwan, aktivitas pendidikan dimulai sejak sebelum kelahiran. Sebab, kondisi diri bayi dan perkembangannya sudah dipengaruhi oleh keadaan kehamilan dan kesehatan sang ibu yang hamil. Dengan demikian, perhatian pendidikan harus sudah diberikan sejak masa janin dalam rahim. Karena janin berada dalam rahim selama sembilan bulan, adalah agar sempurna bentuk dan kejadiannya. Yang dengan memperhatikan demikian itu dimaksudkan agar memberi pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan intelektual dan kejiwaan janin.
Ketahuilah bahwa perumpamaan jiwa bayi sebelum terisi oleh sesuatu pengetahuan apapun, laksana kertas putih dan bersih, tidak ada tulisan apapun. Sewaktu jiwa telah diisi oleh suatu pengetahuan atau kepercayaan, baik yang benar maupun yang bathil, maka sebagian darinya telah tertulisi dan sulit untuk dihapuskan. Persolan yang perlu sejak dini diperhatikan bagi perkembangan anak adalah kepedulian terhadap kesehatan inderawinya, karena ini merupakan "jendela" masuknya dunia luar ke dalam jiwanya. Maka dari itu, kalangan Ikhwan menuntut para orang tua, pengasuh dan pendidik untuk memahami watak perkembangan inderawi anak serta tahapan-tahapannya.
Dari pengakuan atas urgensi indera bagi kehidupan manusia yang sejahtera dan pemerolehan pengetahuan, Ikhwan al-Shafa mengintrodusir dasar-dasar fisiologis bagi kognisi (pengetahuan intelektual). Mereka beranggapan bahwa sewaktu daya imajinasi (al-quwwah al-mutakhayillah) mengantarkan "bentuk" sesuatu yang dicerap indera (empiris-sensual) kedaya berpikir (al-quwwah al-mufakhirah) setelah melalui cerapan daya inderawi dan dipersepsikan, maka bentuk tadi mengendap pada kognisi jiwa dalam pola (sketsa) psikologis. Penetapan adanya hubungan antara pengetahuan intelektual (kognisi) dengan dasar-dasar fisiologis membukakan jalan bagi kelompok Ikhwan al-Shafa untuk memformulasikan teori yang kokoh tentang mekanisme terbentuknya pengetahuan intelektual atau konsep dan dampak induksi terhadapnya. Ikhwan berpendapat bahwa para filosof berpikir tentang segala yang ada (al-maujudat), pada awal mulanya meeka mengamati person-person seperti Zaid, Umar dan Khalid. Lalu, mereka memikirkan person-person lain yang belum diamati, baik dimasa yang telah lalu maupun di masa yang akan datang. Akhirnya mereka sampai pada sebuah konklusi bahwa semuanya berada dalam "bentuk" manusia (al-shurah al-insaniyyah). Yang berbeda di antara masing-masing hanyalah sifat (bukan esensi).
Keadaran kuat Ikhwan al-Shafa terhadap urgensi indera dalam memperoleh pengetahuan dan imperasinya dalam keberadaan manusia, baik dataran empiris-sensual maupun empiris logis, membawa mereka pada pengapresiasian peran dan fungsi fisik-jasmaniah untuk kebahagiaan manusia dan kenormalan.
Adanya kecenderungan merumuskan dasar-dasar fisiologis bagi pengetahuan, pengokohan urgensi indera bagi "sistematisasi" cerapan manusia terhadap dunia luar, pembentukan persepsi-persepsi, dan vitalitas kesehatan fisik jasmaniyah bagi kebahagiaan hidup manusia, baik individual maupun kolektif tidak memalingkan Ikhwan dari hakikat tujuan utama pendidikan yaitu, tujuan moral.

2.PENDIDIK (Guru)
Bagi Ikhwan, sosok guru dikenal dengan ashhab alnamus. Mereka itu adalah mu’allim, ustadz dan mu’addib. Guru ashhab alnamus adalah malaikat, dan guru malaikat adalah jiwa yang universal, dan guru jiwa universal adalah akal aktual; dan akhirnya Allah-lah sebagai guru dari segala sesuatu.
Urutan ini selanjutnya digambarkan sebagai berikut:
1) Pemuda cekatan berusi 15-30 tahunm yang memiliki jiwa yang suci dan pikiran yang kuat, mereka ini berstatus murid, maka wajib patuh dan tunduk secara sempurna kepada guru.
2) Al-Ikhwan al-Akhyar, usia 30-40 tahun. Pada tingkat ini mereka sudah mampu memelihara persaudaraan, pemurah, kasih sayang dan siap berkorban demi persaudaraan
3) Al-Ikhwan al-Fudhala al-Karim, berusia 40-50, merupakan tingkat dewasa. Mereka sudah dapat mengetahui Namus Ilahy (malaikat Tuhan) secara sempurna sesuai tingkatan mereka. Ini adalah tingkatan Nabi.
4) Tingkat tertinggi setelah seseorang mencapai usia 50 tahun keatas. Mereka pada tingkat ini sudah mampu mmahami hakikat sesuatu.
2) Ikhwan shafa menempatkan pendidik pada posisi strategis dan inti dalam kegiatan pendidikan.Mereka mempersyaratkan kecerdasan, kedewasaan, kelurusan moral,ketulusan hati,keernihan pikir,etos keilmuan,dan tidak fanatik butapada diri pendidik.
Ikhwan menganggap bahwa pendidik sama dengan menjalankan fungsi ”bapak” kedua,karena pemelihara pertumbuhan dan pengembang jiwamu.sebab guru telah menyuapi jiwamu dengan ragam pengetahuan dan bimbingan.
”wahai saudaraku mohonlah pada Allah Agar dijadikan pendidik yang baik dan teladan”.

AT-TARBIYAH BI AL-MUMARASAH WA AL-‘AMAL

A. Pengertian At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal
Ilmu pendidikan Islam merangkum metodologi pendidikan Islam yang tegas dan fungsinya adalah memberikan jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan Islam tersebut. Sehingga untuk menjalankan tujuan yang akan dicapai maka ada banyak cara atau metode yang ditawarkan, salah satunya adalah At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal . Definisi At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal menurut bahasa adalah Tarbiyah bisa diartikan sebagai pendidikan. Al-Mumarasahmenurut bahasa adalah latihan, sedangkan Al-‘Amal menurut bahasa adalah pengamalan. Sedangkan menurut istilah At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal adalah metode atau cara melakukan proses pendidikan dengan memberikan latihan ataupun pembiasaan dan pengamalan atau mengaplikasikannya.
Sedangkan definisi At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal menurut beberapa ahli, diantaranya sebagai berikut:
Menurut Shalahuddin mengatakan bahwa, suatu kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dan sungguh-sungguh dengan tujuan untuk memperkuat suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu ketrampilan supaya menjadi permanen.
Menurut Roestiyah N.K At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal adalah suatu metode atau teknik yang dapat diartikan sebagai suatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan, siswa memilki ketangkasan atau ketrampilan yang tinggi dari apa yang telah dipelajari.
Menurut Zuhaidi At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal adalah suatu metode dalam pengajaran denagn jalan melatih anak didik terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan.
Menurut Zakiyah Darajat mengatakan bahwa, penggunaan istilah latihan serring disamakan dengan istilah ulangan padahal maksudnya berbeda. Latihan dimaksudkan agar pengetahuan dan kecakapan tertentu dapat menjadi milik anak didik dan dikuasai sepenuhnya. sedangkan ulangan adalah hanya sekedar untuk mengatir sudah sejauh mana ia menyerap pelajaran tersebut.
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan jalan melatih siswa agar menguasai pelajaran dan ketrampilan. Dari segi pelaksanaanya siswa terlebih dahulu telah dibekali dengan pengetahuan secara teori secukupnya. Kemudian dengan tetap dibimbing oleh guru, siswa disuruh mempraktikkan sehingga menjadi mahir dan terampil.

B. Urgensi At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal
Salah satu metoda yang digunakan Rasullulah SAW dalam mendidik para sahabatnya adalah metode latihan atau pembiasaan. Diriwayatkan melalui Abu Hurairah r.a, bahwa seorang laki-laki memasuki masjid, sedangkan Rasullulah SAW duduk di sudut masjid. Kemudian laki-laki itu shalat, lalu datang menghampiri Nabi dan mengucapkan salam. Rasullulah SAW menjawab ‘Alaikassam. Kembalilah dan bersholatlah, karena sesungguhnya engkau belum sholat. Maka lelaki itu sholat, lalu datang menghampiri Nabi dan mengucapkan salam. Nabi menjawab:’Alaikassalam. Kembalilah dan sholatlah, karena sesungguhnya engkau belum sholat. Kegiatan ini berulang laki dilakukan lelaki itu dan akhirnya ia berkata: Ajarilah aku Rasullulah. Maka Rasullulah SAW, bersabda: Apabila engkau hendak mendirikan sholat, maka sempurnakanlah wudhlu, lalu menghadaplah ke arah kiblat, lalu bertakbirlah, lalu bacalah dari Al-Qur’an apa yang mudah bagimu, kemudian rukuklah hingga engkau tenang dalam ruku’mu, kemudian bangkitlah sujudlah hingga tenang dalam sujudmu, kemudian bangkitlah sehingga engkau tenang dalam dudukmu. Kemudian lakukanlah hal yang seperti itu di dalam keseluruhan sholatmu. (H.R. Bukhari dan Muslim). Kemudian Rasullulah SAW, bersabda: Apabila engkau telah melakukan yang demikian, maka telah sempurnalah sholatmu, maka engkau telah menguranginya dari sholatmu.
Sehingga jelas bahwa sahabat ini setelah kembali pulang ia sholat sebabgaimana diajarkan oleh Rasullulah SAW kepadanya sambil memebandingkannya dengan sholat-sholat yang dilakukannya sebelum itu kemudian sahabat itu semakin haus untuk belajar.
Dari hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim diatas dapat dipetik beberapa implikasi pendidikan yaitu:
1. Rasullulah SAW berusaha menarik perhatian pelajar.
2. Beliau memberikan kesempatan untuk berusaha membetulkan kekeliruannya sendiri, apabila tidak mampu maka ia menanyakan kepada beliau.
3. Beliau tidak menjelaskan kepadanya bagaimana sholat yang betul itu, sampai ia sendiri menanyakannya. Metode ini akan lebih berkesan di dalam jiwa pelajar, lebih mengundang untuk menangkap dan menerimanya, sehingga perihal mengerjakan sholat akan lebih melekat dalam ingatan
Islam adalah agama yang menghubungkan secara erat antara menusia dengan Rabb-nya, Pencipta semesta alam. Islam adalah agama yang menuntut kita supaya mengerjakan amal shaleh yang diridhai oleh Allah. Hal ini disebabkan makhluk insani terdiri atas ruh dan jasad, sedangkan Islam menegakkan keseimbangan antara ruh dan jasad antara realita sosial insani, dengan tujuan-tujuan dan perundang-undangan yang ideal.
Oleh karena itu amal manusia mempunyai saham penting dalam menyelamatkannya dari siksaan Allah pada hari perhitungan. Adalah termasuk manusia jahat, jika seseorang mengetahui tetapi dia tidak mengamalkan pengetahuannya. Usamah bin Zaid r.a mendengar bahwa Rasullulah SAW, bersabda:

يُجَاءُ بِالْرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِى النَّارِ فَتَنْدَلِقُ اَقْتَابُهُ فَيَدُوْرُبِهَا كَمَا يَدُوْرُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ فَيَجْتَمِعُ اَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ فَيَتُوْلُوْنَ : يَافُلاَنُ مَاشَأْنُكَ؟ اَلَسْتَ كُنْتَ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ؟ فَيَقُوْلُوْنَ : كُنْتَ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَلاَ ﺁتِيْهِ قَالَ : وَاِنِّى سَمِعْتُهُ يَعْنِى النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَرَرْتُ لَيْلَةً اَسْرَى بِيْ بِاَقْوَامٍ تُقْرَضُ شَفَاهُهُمْ بِمَقَارِيْضَ مِنْ نَارِ قُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ يَا جِبْرِيْلُ ؟ قَالَ : خُطَبَاءُ اُمَّتِكَ الَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ مَالاَ يَفْعَلُوْنَ. (رواه البخارى ومسلم)

Artinya: “Seorang laki-laki diseret pada hari kiamat lalu dilemparkan ke dalam api neraka. Maka keluarlah usus-ususnya, lalu mengitari neraka sambil membewa usus-usus itu seperti keledai berputar dengan menarik rodanya. Lalu berkumpul para ahli neraka mengitarinya seraya bertanya: Hai Fulan kenapa keadaaanmu menjadi demikian? Bukankah kamu dahulu memerinyahkan supaya berbuat baik dan melarang berbuat kemungkaran? Orang itu menjawab: memang dahulu aku menyuruh kalian supaya melakukan yang ma’rif, tetapi aku sendiri tidak melakukannya dan aku melarang kalian melakukan kemungkaran, tetapi aku sendiri melakukannya. Usman berkata dan aku mendengarnya (Nabi SAW) bersabda: Pada malam Isra aku melewati kaum-kaum yang bibir-bibir mereka digunting dengan gunting-gunting yang terbuat dari api neraka. Aku bertanya: Siapakah mereka hai Jibril? Jibril menjawab: mereka adalah para juru ceramah umatmu yang mengatakan apa-apa yang tidak mereka perbuat.” (H.R. Bukhari dan Muslim dengan lafadh dari Muslim).

Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa, ilmu akan berkurang jika si pemiliknya tidak mengamalkannya, menyerukan, atau menyebarkannya, tetapi semakin bertambah kuat dengan mengamalkan, menyerukan dan mengajarkannya kepada orang-orang. Berbagai eksperimen dan penelitian dalam bidang Ilmu Pendidikan dan Psikologi telah membuktikan kebenaran ungkapan diatas, sedangkan ajaran Islam telah menyatakan hal tersebut puluhan abad yang silam.
Orang yang mengamalkan ilmu maka baginya akan mendapatkan pahala yang tetap seperti apa yang telah diamalkan oleh orang yang mengamalkan ilmu yang telah kita sampaikan dan tidak akan dikurangi selama-lamanya malahan akan terus-menerus akan bertambah sampai wafat. Orang mengamalkan ilmu maqam-maqam keberuntungan mereka , setiap amal yang diamalkan akanmenjadi timbangan-timbangan kebaikan bagi orang yang mengamalkan ilmu.
Ilmu akan memberikan kekhususan-kekhususan bagi pemiliknya apabila dia menyampaikan dan mengamalkannya, sehingga dia akan mendapatkan keberuntungan yang besar, baik di dunia maupun di akhirat. Sedangkan apabila tidak mengamalkan ilmu yang sudash kita dapat, maka akan menjadi sesat dan lupa terhadap Allah SWT. Untuk itu kita harus mengamalkan ilmu yang kita dapat. Ilmu yang kita dapat jangan dimilki sendiri sehingga orang lain yang belum tahu tidak dapat mengetahui ilmu yang kita dapat. Orang yang tidak mengamalkan ilmunya yang sudah didapat disamakan dengan pohon yang tidak berbuah. Jadi agar ilmu yang kita dapat bermafaat maka harus mengamalkannya.
Diantara metode belajar dengan pengalaman dan laitihan adalah sebagaimana para sahabat mempelajari cara berwudhlu Rasullulah SAW cara beliau membetulkan mereka, atau saling membetulkan diantara para sahabat. Diantaranya hadist yang diriwayatkan dari Usman bin Affan, bahwa ia berdoa dengan air wudhlu, kemudian tertawa danbertanya kepada para sahabatnya: Apakah kkalian tidak bertanya apa yang membuatku tertawa? Mereka bertanya: Wahai Amirul Mu’minin apa yang telah membuatmu tertawa? Usman menjawab: Aku melihat Rasullulah berwudhlu sebagaimana aku berwudhlu, kemudian tertawa dan bertanya. Apakah kalian tidak bertanya apa yang telah memnuatku tertawa? Mereka bertanya: Wahai Rasullulah apa yang telah membuatmu tertawa? Beliau menjawab: Sesungguhnya hamba apabila berdoa dengan berwudhlu lalu membasuh wajahnya, maka Allah akan menghilangkan darinya setiap kesalahan yang mengenai wajahnya, apabila membasuh kedua tangannya, maka demikian pula, apabila mengusap kepalanya, maka demikian pula.
Di dalam hadist ini terdapat kata-kata Usman: Aku melihat Rasullulah berwudhlu, dengan kata lain apa yang dilakukan sejalan dengan apa yang diteladankan Rasullulah. Ini adalah pendidikan dengan metode mengikuti, mengamalkan, melazimkan, dan mencontoh secara praktis. Dalam hadist ini juga terdapat peniruan perilaku Rasul serta penghayatannya, yaitupeniruan sabda Rasul disertai kesannya, seperti tertawa. Kadangkala para rawi mengukuti para sahabat dalam menerapkan metode ini.
Penukilan tentang gerakan-gerakan Rasul ini merupakan salah satu metode pendidikan Islam, yang pengaruhnya tampak secara jelas pada sebagian Ulama Hadist. Mereka tidak cukup hanya dengan menceritakan sabda-sabda Rasullulah SAW saja akan tetapi juga menirukan segala perbuatan dan gerakan-gerakannya.
Dalam hadist ini terdapat sebuah tuntunan bagi pendidik mengenai pelaksanaan pendidikan dengan menggunakan metode At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal. sebagai contoh, dalam rangka mengajarkan wudhlu, pendidik berwudhlu dengan sempurna dihadapan pelajarnya. Kemudian ia meminta mereka supaya berwudhlu seperti ia berwudhlu atau mengulang seluruh gerakan yang dipraktikkan tadi. Dengan demikian., pendidik telah mengikuti salah satu metode pendidikan Islam yang menukilkan kepada kita dari para sahabat Rasullulah SAW dengan pengarahan beliau.
Sudah dijelaskan bahwa betapa pendidik dituntut menggugah siswanya agar berusaha keras untuk menerapkan apa yang telah mereka pelajari di dalam kehidupan mereka. untuk keperluan tersebut pendidik hendaknya mengharapkan para siswanya dengan berbagai permasalahan dalam realita kehidupan, agar mereka mampu mencari jalan keluar serta menerapkan ilmu di dalam pelbagai kondisi kehidupan pribadi dan sosial. Misalnya tuntutan pendidik menganai pelaksanaan pendidikan dengan menggunakan metode At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal, antara lain dalm rangka mengajarkan wudlu, pendidik berwudlu dengan sempurna di hadapan para pelajarnya. Sebelumnya ia terlebih dahulu meminta kepada mereka untuk memperhatikannya, agar mereka mampu meniru cara berwudlu atau mengulang seluruh gerakannya. Dengan demikian, pendidik telah mengikuti salah satu metode pendidikan Islam yang dinukilkan kepada kita dari para sahabat Rasullulah SAW dengan pengarahan beliau.
Metode At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal ini merupakan metode praktis untuk menghafal. Rasullulah SAW mengajarkan doa-doa yang penting dan ayat-ayat Al-Qur’an kepada sahabat secara praktis, yaitu dengan membacakannya dan mengulangnya di hadapan mereka disertai dengan memperdengarakan ayat dan doa itu dengan maksud mendapatkan pembetulan.

C. Tujuan At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal
Penggunaan metode At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal ini diharapkan dapat:
1. Menggugah akhlaq yang baik pada jiwa siswa sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang lebih istiqomah dan bahagia. Adapun karakteristik akhlaq dimaksud, diantaranya adalah kerapian kerja, rasa tanggungjawab akan ketepatan melaksanakan pekerjaan, merendahkan diri, suka bekerja, menjauhkan diri dari tipu daya setan, tidak malas, tidak melempakan pekerjaan kepada orang lain, rasa berhasil atau rasa sukses yang mendalam.
2. Untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
3. Untuk menentukan angka kemajuan hasil belajar masing-masing anak didik.
4. Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar mengajar yang tepat.
5. Untuk mengenal latar belakang anak didik yang mengalami kesulitan belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan tersebut.
6. untuk memberikan pekerjaan ada peserta didik secara kontinyu agar pesarta didik dapat terbiasa melakukannya. Sehingga peserta didik terbiasa berperilaku yang mulia, serta mempunyai daya kreativitas dan produktivitas yang profasional dan terampil dalam mengerjakan sesuatu.
7. Memiliki ketrampilan gerak seperti menghafal kata-kata, menulis, mempergunakan alat dan lain-lain.
8. Dapat menggunakan daya fikirnya yang makin lama makin bertambah baik. Serta akan menambah pengetahuan dari berbagai segi dan akan memperoleh pemahaman yang lebih baik dan lebih mendalam.

D. Kelebihan dan Kelemahan At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal
Metode At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal juga mempunyai kelebihan dan kekurangan, diantara kelebihannya sebagi berikut:
1. Perseta didik dalam memperoleh pengtahuan dan ketrampilan cepat ditanggap dalam waktu cepat.
2. menumbuhkan kebiasaan belajar secara kontunyu dan disipiln diri.
3. peserta didik akan lebih semangat dan terbiasa untuk beramal kepada Allah SWT.
4. Dapat menimbulkan rasa percaya diri terhadap peserta didik, bahwa peserta didik berhasil dalam belajarnya telah memiliki ketrampilan kusus yang berguna di kemudian hari.
5. Guru mudah mengontrol dan dapat membedakan mana siswa yang disipiln dalam belajar dengan siswa yang tidak disiplin.
6. Peserta didik akan terbiasa bekerja dengan cermat dan teliti serta pencapaian hasil kerja yang relevan.
Metode At-Tarbiyah Bi Al-Mumarasah Wa Al-‘Amal juga mempunyai kekurangan antara lain:
1. Menghambat bakat dan inisiatif peserta didik, metode ini berarti minat dan inisiatif peserta didik dianggao sebagai gangguan dalam belajar atau dianggap tidak layak dan kemudian dikesampingkan.
2. Menimbulkan penyesuaian secara statis terhadap lingkungannya. Dalam kondisi belajar ini pertimbangan inisiatif siswa selalu disorot dan tidak diberi kebebasan. Siswa menyelesaikan tugas secara status sesuai dengan apa yang diinginkan oleh guru.
3. Membetuk kebiasaan yang kaku, artinya seolah-olah siswa melakukan sesuatu secara mekanis dan dalam memberikan stimulus dibiasakan bertindak secara otomatis.
4. Dapat menimbulkan Verbalisme, terutama pengajaran yang bersifat menghafal dimana siswa dilatih untuk dapat menguasai bahan pelajaran secara hafalan dan secara otomatis mengingatkannya bila ada pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan hafalan tersebut tanpa suatu proses berpikir secara logis.

KONSEP TEKNOLOGI PENDIDIKAN

A. DEFINISI KONSEPTUAL TEKNOLOGI PENDIDIKAN
1. Pengertian
Teknologi pendidikan adalah proses yang kompleks dan terpadu yang tercakup orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi, untuk menganalisis masalah, mencari cara pemecahan, mengimplementasikan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang berkenaan dengan semua aspek belajar manusia.
Dalam teknologi pendidikan, pemecahan masalah itu nampak dalam bentuk semua sumber belajar didisain dan/atau dipilih dan/atau dimanfaatkan. Untuk keperluan belajar; sumber-sumber meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar (setting). Proses analisis masalah dan mencari jalan pemecahan, mengimplementasikan dan mengevaluasi pemecahan disebut sebagai Fungsi Pengembangan Riset Teori, Disain, Produksi, Evaluasi-Seleksi, dan Pemanfaatan. Proses pengarahan atau koordinasi satu atau lebih fungsi ini diidentifikasi sebagai fungsi pengelolaan personel. Hubungan antara unsur-unsur ini dapat dilihat pada model kawasan teknologi pendidikan sebagai berikut:
Fungsi Pengelolaan Pendidikan
Pengembangan Pendidikan Sumber Belajar
Pengelolaan Organisasi Riset-Teori
Disain
Produksi Evaluasi Pesan
Orang
Bahan



Si-Belajar

Pengelolaan Personel Seleksi
Logistik
Pemanfaatan
(Penyebarluasan/Pemanfaatan) Alat
Teknik
Latar

Pendidikan merupakan kebutuhan konsep yang luas cakupannya: keseluruhan proses besar yang dengan itu seorang mengembangkan kecakapan, sikap, dan lain-lain bentuk tingkah laku yang mempunyai nilai positif dalam masyarakat di mana ia hidup atau bertempat tinggal.

2. Pengertian Teknologi Pendidikan Menurut Beberapa Pendapat
a. Konsep Teknologi Menurut Saettler
Di samping kedua definisi, pemikiran Saettler tidak jauh berbeda. Beliau mengutip asal katanya – techne, bahasa Yunani, dengan makna seni, kerajinan tangan, atau keahlian. Kemudian ia menerangkan bahwa teknologi bagi bangsa Yunani kuno diakui sebagai suatu kegiatan khusus, dan sebagai pengetahuan. Pendapat Saettlerini mengacu pada konsep Mitcham. Ia mencantumkan uraian Aristoteles tentang techne sebagai penerapan (ilmu) pengetahuan sistematis agar menghasilkan kegiatan (manusia) yang baik.
b. Konsep Teknologi Menurut Heinich, et al.
Pendapat Heinich, Molenda, dan Russel, 1993 memperkuat asumsi sebelumnya. Menurut mereka “teknologi merupakan penerapan pengetahuan yang ilmiah, dan tertata........ teknologi sebagai suatu proses atau cara berpikir bukan hanya produk seperti komputer, satelit, dan sebagainya”. Ketiga pakar ini membedakan antara teknologi/perangkat lunak atau soft technology dengan teknologi/perangkat keras atau hard technology. Selain itu, mereka menyatakan “teknologi sebagai suatu pengetahuan diterapkan oleh manusia untuk mengatasi masalah dan melaksanakan tugas dengan cara sistemastis dan ilmiah”.
Dari seluruh definisi tadi hanya definisi Finn saja yang menyinggung arti teknologi sebagai penggunaan mesin atau perangkat keras. Para pakar tadi berkesimpulan bahwa:
 Teknologi terkait dengan sifat rasional dan ilmiah.
 Teknologi menunjuk suatu keahlian, baik itu seni atau kerajianan tangan.
 Teknologi dapat diterjemahkan sebagai teknik atau cara pelaksanaan suatu kegiatan, atau sebagai suatu proses.
 Teknologi mengacu pad penggunaan mesin-mesin dan perangkat keras.

B. PRINSIP-PRINSIP DASAR DALAM KONSEP TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Terdapat tiga prinsip dasar dalam teknologi pendidikan sebagai acauan dalam pengembangan dan pemanfaatannya, yaitu: pendekatan sistem, berorientasi pada mahasiswa, dan pemanfaatan sumber belajar (Sadiman, 1984).
1. Pendekatan sistem berarti bahwa penyelenggaraan pendidikan dan pembelajran perlu didesain/perancangan dengan menggunakan pendekatan sistem. Dalam merancang pembelajaran diperlukan langkah-langkah prosedural meliputi: identifikasi masalah, analisis keadaan, identifikasi tujuan, pengelolaan pembelajaran, penetapan metode, penetapan media evaluasi pembelajaran (IDI model 1998).
2. Prinsip berorientasi pada mahasiswa berarti dalam pembelajaran hendaknya memusatkan perhatiannya pada peserta didik dengan memperhatikan karakteristik, minat, potensi dari mahasiswa.
3. Prinsip pemanfaatan sumber belajar berarti dalam pembelajaran mahasiswa hendaknya dapat memanfaatkan sumber belajar untuk mengakses pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkannya. Satu hal lagi bahwa teknologi pendidikan adalah satu bidang yang menekankan pada aspek belajar mahasiswa. Keberhasilan pembelajaran yang dilakukan dalam satu kegiatan pendidikan adalah bagaimana mahasiswa dapat belajar, dengan cara mengidentifikasi, mengembangkan, mengorganisasi, serta menggunakan segala macam sumber belajar. Dengan demikian upaya pemecahan masalah dalam pendekatan teknologi pendidikan adalah dengan mendayagunakan sumber belajar. Hal ini sesuai dengan ditandai dengan pengubahan dari istilah teknologi pendidikan menjadi teknologi pembelajaran. Dalam definisi teknologi pembelajaran dinyatakan bahwa “Teknologi Pendidikan adalah teori dan praktek dalam hal desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi terhadap sumber dan proses untuk belajar” (Barbara, 1994).

C. SEJARAH PERKEMBANGAN KONSEP TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Didasarkan atas perkembangan historik, Januszewski mengungkapkan bahwa tahap awal sebagai pengantar ke arah perkembangan konsep dan istilah teknologi pendidikan dilandasi dan dipertajam oleh tiga faktor berikut: Pertama, engineering; Kedua, science; dan Ketiga, the development of the Audio Visual educatian movement. Dari kajian menunjukkan bahwa teknologi pendidikan memiliki keterkaitan dan saling ketergantungan dengan ketiga faktor tersebut (engineering, science, dan Audio Visual educatian).
Dalam kaitannya engineering, pengkajian diawali dari makna engineering yang menggambarkan kegiatan riset dan pengembangan serta usaha menghasilkan teknologi untuk digunakan secara praktis, yang kebanyakan terdapat di bidang industri. Saettler (1990) menyatakan bahwa Franklin Bobbitt dan W.W. Charters menjadi perintis penggunaan istilah “educational engineering” pada tahun 1920-an, khususnya paada pendekatan yang digunakan untuk pengembangan kurikulum. Penggunaan istilah engineering ini digunakan pula oleh Munroe (1912) dalam mengkat konsep ilmu dalm setting pendidikan dan educational engineering. Munroe beralasan bahwa istilah educational engineering diperlukan mengkaji tentang usaha yang besar untuk mempersiapkan anak-anak memasuki kehidupannya, mana yang lebih baik, mana yang harus dihindari, persyaratan apa yang perlu dipersiapkan, dimana dan mengapa mereka mengalami ketidakberhasilan. Chartes (1941) yang dinyatakan T.J. Hoover dan J.C.L. Fish mengungkapkan bahwa engineering adalah kegiatan profesional dan sitematik dalam mengaplikasikan ilmu untuk memanfaatkan sumber alam secara efisien dalam mengasilkan kesejahteraan. Selanjutnya dari hasil diskusi antara konsep engineering yang diungkapkan Chartes dan konsep teknologi yang dikembangkan Noble menghasilkan empat kesamaan yaitu:
1) Keduanya memerlukan usaha yang sistematik.
2) Keduanya menyatakan aplikasi ilmu.
3) Keduanya menekankan pada efisiensi pemanfaatan sumber dan;
4) Tujuan dari keduanya adalah untuk memproduksi sesuatu.

KARAKTERISTIK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG PERLUNYA PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Dasar Pendidikan Seumur Hidup
Pendidikan adalah lembaga dan usaha pembangunan bangsa dan watak bangsa, pendidikan yang demikian mencakup ruang lingkup yang amat komprehensif, yakni pendidikan kemampuan mental, pikir (rasio, intelek), kepribadian manusia. Untuk membina kepribadian demikian jelas memerlukan tantangan waktu yang relatif panjang: bahkan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan seumur hidup, sebenarnya sudah sejak lama dipikirkan oleh para pakar pendidikan dari zaman ke zaman. Apalagi bagi umat Islam, jauh sebelum orang-orang baru mengangkatnya, Islam sudah mengenal pendidikan pendidikan seumur hidup. Sebagaimana dinyatakan oleh hadits nabi Muhammad SAW yang berbunyi:
اَطْلَبُ العِلْمَ مِنَ الَهْدِإِلَى اللَّحْدِ
Artinya: “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai meninggal dunia”.
Konsep tersebut menjadi aktual kembali terutama dengan terbitnya “An introduction to life long education” pada tahun 1970 karya Paul Lengrand yang dikembangkan lebih lanjut oleh UNESCO.
Asas pendidikan seumur hidup itu merumuskan suatu asas bahwa proses pendidikan merupkan suatu proses kontinue, yang bermula sejak seseorang dilahirkan hingga meninggal dunia. Proses pendidikan ini mencakup bentuk-bentuk belajar secara informal maupun formal baik yang berlangsung dalam keluarga, sekolah, dalam pekerjaan, dan dalam kehidupan masyarakat.
Untuk Indonesia sendiri, konsepsi pendidikan seumur hidup baru mulai dimasyarakatkan melalui kebijaksanaan negara (TAP MPR No. IV/MPR/1973 Jo. TAP No. IV/MPR/1978 tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip pembangunan nasional, antara lain;
1. Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia (arah pembangunan jangka panjang) .
2. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam keluarga (rumah tangga), sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah (Bab IV GBHN bagian pendidikan).
Beranjak dari ketentuan mendasar tersebut, maka dalam kebijaksanaannya pemerintah menetapkan prinsip-prinsip:
1. Bahwa pembangunan bangsa dan watak bangsa dimulai dengan membangun subyek manusia Indonesia seutuhnya, sebagai perwujudannya manusia pancasila. Hal ini dijadikan cita-cita pembangunan bangsa dan watak bangsa yang menjadi tanggung jawab semua warga negara untuk mewujudkannya.
2. Pembangunan manusia Indonesia, secara khusus merupakan tanggung jawab lembaga dan usaha pendidikan nasional untuk mewujudkannya melalui institusi-intitusi pendidikan.
Karena itulah konsepsi manusia seutuhnya ini merupkan konsepsi dasar tujuan pendidikan nasional. Seperti yang dirumuskan di dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 4 sebagai berikut:
“Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Adapun tujuan untuk pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup ialah:
1. Mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan hakikatnya, yakni seluruh aspek pembawaannya seoptimal mungkin. Dengan demikian secara potensial islamkeseluruhan potensi manusia diisi kebutuhannya agar berkembang secara wajar.
2. Dengan mengingat proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia bersifat hidup dan dinamis.

B. Pendidikan Seumur Hidup dalam Pandangan Islam
Pendidikan seumur hidup dalam pandangan islam sudah di tegaskan oleh Rasulullah saw. yang berbunyi “tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat” namun hadis ini tidak sempat menggugah perhatian umat islam untukmemprakarsainya menjadi world program hingga pada akhirnya PBB-lah yang memprakarsai Pendidikan Seumur Hidup (PSB) (Life Long Education) pada tahun 1970.
Dalam GBHN termaktub: “pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Kerena itu pendidikan salah satu tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.” Berarti setiap insan Indonesia dituntut selalu berkembang sepanjang hidupnya. Semantara itu, masyarakat dan pemerintah harus menciptakan suasana untuk selalu belajar. Sebab masa sekolah (formal) bukanlah masa “satu-satunya” tetapi hanya sebagian dari waktu belajar berlangsung sepanjang hidup.

C. Implikasi dan Tujuan Pendidikan Seumur Hidup
Sebagai satu kebijakan yang mendasar dalam memendang hakikat pendidikan manusaia, dapat kita jelaskan segi implikasinya.
1. Pengertian Implikasi
Implikasi adalah akibat langsung atau konsekuensi dari suatu keputusan. Jadi suatu yang merupakan tindak lanjut dari suatu kebijakan atau keputusan.
2. Implikasi pada Program-Program Secara Garis Besar
a. Pendidikan Baca Tulis
Pengetahuan-pengetahuan baru dapat diperoleh terutama melalui bacaan: Bagaimana anak didik secara fungsional diberikan kecakapan lebih lanjut terhadap apa yang telah dimilikinya diberikan/disediakan bahan bacaan.
b. Pendidikan Kejuruan
Dengan majunya teknologi dan industrilisasi maka pendidikan kejuruan itu tidak boleh di pandang sekali jadi dan selesai. Program pendidikan yang bersifat remidial dan para lulusan sekolah itu menjadi tenaga terampil dan produktif harus terus-menerus menyesuaikan kemajuan teknologi mutakhir.
c. Pendidikan Profesional
Para profesional perlu mengikuti perubahan dengan sikapnya terhadap profesinya masing-masing. Hal ini merupakan realisasi dari pendidikan seumur hidup.
d. Pendidikan Kearah Perubahan dan Pembangunan
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengaruh telah menyusup dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Barang-barang elektronik telah mengantikan alat-alat dapur yang tradisional bagi kalangan ibu rumah tangga (mesin cuci, kompor listrik, dll.).
Hal ini asas pendidikan seumur hidup, merupakan konsekuensi penting untuk mengikuti perubahan sosial dan pembangunan.
e. Pendidikan Kewarganegaraan dan Kedawasaan Politik
Dalam pemerintah dan masyarakat yang demokratis, maka kedewasaan warga negara dan para pemimpinnya dalam kehidupan negara sangat penting. Untuk itu merupakan bagian yang penting dari pendidikan seumur hidup.
f. Pendidikan Kultural dan Pengisian Waktu Luang
Seseorang yang disebut terpelajar (educated man) harus memahami dan menghargai nilai-nilai yang tekandung dalam sejarah, kesusastraaan, pandangan hidup, kesenian dari bangsa sendiri. Pengetahuan terhadap nilai-nilai tersebut di samping memperkaya khasanah hidupnya juga memungkinkan untuk mengisi waktu luangnya yang lebih menyenangkan. Atas dasar itu semua maka pendidikan kultural dan pengisian waktu luang secara konstruktif merupakan bagian penting dari pada pendidikan seumur hidup.
3. Tujuan Pendidikan Seumur Hidup
a. Untuk mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan hakikatnya. Yakni seluruh aspek pembawaannya potensial keseluruh potensi manusia di isi kebutuhanya supaya berkembang secara wajar.
1) Potensi jasmani (fisiologis dan panca indra)
Menurut ilmu kesehatan memerlukan gizi dan bebagai vitamin, termasuk udara yang bersih dan lingkungan yang sehat sebgai pra kondisi hidupnya. Jika kebutuhan jasmani ini sebagian tidak tercukupi maka tubuh orang yang bersangkutan akan lemah bahkan dapat sakit. Karena itulah ilmu kesehatan dan ilmu ekonomi berusaha meningkatkan kesejahteraan (jasmani) manusia.
2) Potensi Rohaniah (Psikologi dan Budi Nurani)
Juga membutuhkan “makanan” rohaniah, ini terutama kesadaran cinta, kasih, Kesadaran kebutuhan/keagamaan dan nilai-nilai (ilmu pengetahuan, satra dan filsafat). Supaya kepribadian kita sehat dan sejahtera (menurut hygiene) di samping itu juga rohani kita harus tenang, sabar, obtimis, mempercayai orang lain, bahkan mencintai sesama manusia, tidak iri hati, tidak menyimpan rasa benci atau dendam, dsb. Hidup rohani ini pangkal kebahagiaan manusia.
b. Dengan mengingat proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian, manusia bersifat hidup dan dinamis. Maka pendidikan wajar berlangsung selama manusia hidup. Dengan keseimbangan yang wajar hidup manusia dan rohani kita itu, berarti menyambungkan keduanya secara utuh sesuai dengan kodrat kebutuhannya, akan dapat terwujud manusia seutuhnya. Sebaliknya ada kecenderungan kadang-kadang tanpa disadari kita lebih mengutamakan hidup jasmani dan keduniawian. Hal ini terbukti dengan kebiasaan hidup yang merupakan kebutuhan nilai-nilai rohaniah.