TINJAUAN MEDIS MENGENAI MASTURBASI/ONANI

A. Pengertian Masturbasi/ Onani dan Fenomenanya dalam Masyarakat
Masturbasi (Ar.: Istimna' = usaha untuk mengeluarkan mani). Pemenuhan dan pemuasan kebutuhan seksual dengan merangsang alat-alat kelamin sendiri dengan tangan atau alat lain. Istilah lain untuk masturbasi adalah onani. Masturbasi atau onani sering di sebut rancap. Pengertian onani secara istilah, adalah "kebiasaan membangkitkan nafsu seks dan memuaskannya dengan di lakukan sendiri [dengan bantuan tangannya sendiri atau dengan bantuan busa sabun] tanpa jenis kelamin yang lain." Islam memandangnya sebagai perbuatan yang tidak etis dan tidak pantas dilakukan. Sebagai kejelasan pembatasan masalah dalam pembahasan ini, maka masturbasi disini sama juga artinya dengan onani ataupun istimna’ sebagai istilah lainnya.
Mengenai pengertian masturbasi ini, dalam pandangan masyarakat awam atau kalangan umum merupakan suatu perbuatan untuk menimbulkan rangsangan terhadap alat kelamin seseorang oleh dirinya sendiri, baik dengan tangan ataupun alat lain, kemudian orang tersebut akan memperoleh kepuasan biologis atas dirinya tanpa melibatkan kelamin orang lain.
Onani atau disebut juga masturbasi, berasal dari bahasa latin, masturbation yang berarti pemuasan kebutuhan seksual terhadap diri sendiri dengan menggunakan tangan (mastur : tangan, batio : menodai) sehingga masturbasi berarti menodai diri sendiri dengan tangan sendiri (dhalimun linnafsih). Ada juga yang menyebut bahwa onani adalah manipulasi alat kelamin sehingga mendapatkan kepuasan seksual. Nama lain bagi onani selain masturbasi adalah zelfbeulekking (penodaan dengan tangan), auto-stimuli, autoetism, self gratification, dan ipsasi. Bahkan para psikolog sering juga menyebut dengan nama monoseks, yaitu kepuasan seks oleh diri sendiri. Para kalangan ulama di kalangan umat Islam sering menyebut dengan istimna'. Jika istimna' ini dilakukan oleh laki-laki disebut jaldu umrah atau ilthaf.
Dalam pandangan masyarakat Barat masturbasi merupakan bagian yang lazim dari perkembangan seksual, dan tidak menimbulkan dampak fisik walaupun sering dilakukan. Satu-satunya dampak yang mungkin adalah perasaan bersalah. Ada anggapan, masturbasi membuat seseorang menjadi lemah, merusak penglihatan, dan jika berlebihan menyebabkan kelainan otak atau gila. Masturbasi tidak menyebabkan hal-hal ini, tetapi pandangan tersebut masih beredar di antara mereka yang tidak mengetahui. Masturbasi dikatakan menyebabkan pembesaran bibir vulva, pembengkakan testis, dan penyakit. Semua pandangan ini tidak beralasan. Masturbasi dikatakan sebagai bukti dari ketidakmatangan, yang jelas-jelas tidak benar, karena orang yang matang secara seksual dapat mencapai kenikmatan seks melalui masurbasi setelah dia menikah atau semasa lajang. Masturbasi dikatakan menyebabkan frustasi seks dan frigiditas, tetapi peneliti lain menemukan, masturbasi menyebabkan ekses seksual, sehingga jelas anggapan tadi bersifat emosional dan tidak nyata. Dikatakan, seseorang tidak dapat mencapai kepuasan emosional secara penuh melalui masturbasi.
Sebagian besar pria yang onani/ masturbasi cenderung lebih sering melakukannya ketimbang wanita, dan mereka tampaknya sering mengalami atau biasanya mendapatkan orgasme ketika bermasturbasi (80 persen hingga 60 persen). Ini adalah prilaku umum kedua yang paling umum(pertama adalah koitus), bahkan bagi orang-orang mempunyai pasangan seksual. Kebanyakan anak-anak sering semenjak mereka masih bayi menemukan kenikmatan pada rangsangan okasional pada alat kelamin mereka, tetapi tidak mengerti bahwa prilaku ini adalah ’’seksual’’ hingga masa kanak-kanak akhir atau memasuki masa remaja.
Pada masa remaja, kecendrungan untuk masturbasi meningkat baik pada remaja pria maupun remaja putri, dan sebagian orang terus melakukan masturbasi pada masa dewasa, dan banyak juga yang melakukannya sepanjang hidup.
Istilah masturbasi memunculkan banyak mitos bahwa ia memiliki sifat merusak dan membahayakan. Citra negatif ini mungkin dapat ditelusuri hingga asal kata Latin, masturbate, yang merupakan kombinasi dua kata Latin, manus(tangan) dan sturararei (kotor), yang artinya ’’berbuat kotor dengan tangan,’’. Munculnya rasa malu dan kotor yang dicitrakan oleh arti kata ini masih saja ada sampai zaman moderen meskipun para ahli medis sepakat bahwa masturbasi tidak membahayakan fisik ataupun mental. Tidak pula ada bukti bahwa anak-anak yang melakukan rangsangan pada diri sendiri akan membahayakan dirinya.
Barangkali rasa bersalah dan malu muncul karena larangan dari beberapa agama tentang masturbasi. Termasuk pula orangtua yang menghukum anaknya karena melakukan masturbasi. Namun demikian, masturbasi bisa saja membahayakan ketika ia menjadi kompulsif. Masturbasi kompulsif, seperti prilaku kompulsif lainnya, adalah tanda adanya masalah emosial dan membutuhkan perlakuan dari spesialis kesehatan mental.
Sesungguhnya, sebagian ahli menegaskan bahwa mastrubasi memperbaiki kesehatan seksual dengan meningkatkan pemahaman individual tentang tubuhnya sendiri dan tentang penerimaan diri. Pengetahuan ini selanjutnya dimunculkan untuk menciptakan hubungan seksual dengan pasanganya, melalui mansturbasi mutual karena kemampuan untuk memberitahu pasangan mana yang paling menyenangkan.
Sungguh bagus bagi sepasang suami-istri untuk mendiskusikan prilaku mereka mengenai masturbasi dan meredakan rasa tidak aman yang mungkin di miliki salah satu pasangan jika yang lain kadang-kadang menyukai masturbasi mungkin dapat diterima oleh keduanya. Dilakukan sendirian atau dilakukan di hadapan pasangan, tindakan ini dapat menyenangkan dan menambah keintiman sepanjang tidak ada penolakan. Seperti kebanyakan prilaku seksual, tanpa komunikasi yang benar, tindakan masturbasi dapat dipergunakan sebagai tanda sebuah kemarahan, pengasingan atau ketidaknyamanan dengan hubungan yang sedang dibina.
Yang perlu diingat: saat pasangan suami-istri sedang menjaga hubungan seks yang aman, manstrubasi dengan pasangan dapat menyenangkan selain melakukan senggama, sepanjang anda menghindari kontak dengan seperma, atau cairan vagina pasangan anda.
Sementara itu kalangan agamis dalam kehidupan bermasyarakat lebih memandang perbuatan masturbasi ini dari aspek moral si pelaku. Bahwa hal tersebut merupakan cerminan seseorang yang tidak memiliki akhlak atau budi pekerti yang baik, meskipun perbuatan tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan kepentingan orang lain.

B. Pengaruh Masturbasi Dalam Pandangan Medis
Sampai saat ini masih banyak orang yang cemas karena masturbasi. Kecemasan itu tak dapat dilepaskan dari pandangan agama atau nilai moral dan pendapat ilmuwan di masa lalu. Di masyarakat istilah onani lebih dikenal. Sebutan ini, menurut berbagai ulasan yang ditulis Prof. Dr. Dr. Wimpie Pangkahila Sp, And, Ketua Pusat Studi Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, berasal dari nama seorang laki-laki, Onan, seperti dikisahkan dalam Kitab Perjanjian Lama. Tersebutlah di dalam Kitab Kejadian pasal 38, Onan disuruh ayahnya, Yehuda, mengawini isteri almarhum kakaknya agar kakaknya mempunyai keturunan. Onan keberatan, karena anak yang akan lahir dianggap keturunan kakaknya. Maka Onan menumpahkan spermanya di luar tubuh janda itu setiap berhubungan seksual. Dengan cara yang kini disebut sanggama terputus itu, janda kakaknya tidak hamil. Namun akibatnya mengerikan. Tuhan murka dan Onan mati. Onani atau masturbasi dalam pengertian sekarang bukanlah seperti yang dilakukan Onan. Masturbasi berarti mencari kepuasan seksual dengan rangsangan oleh diri sendiri (autoerotism), dan dapat pula berarti menerima dan memberikan rangsangan seksual pada kelamin untuk saling mencapai kepuasan seksual (mutual masturbation). Yang pasti pada masturbasi tidak terjadi hubungan seksual, tapi dapat dicapai orgasme.
Kemudian bagaimana pula menurut pandangan para dokter mengenai tingkah laku/ perbuatan masturbasi/ onani ini ?
Sebagaimana dikemukakan pada bagian awal, bahwa banyak pendapat para dokter mengenai perbuatan masturbasi yang setelah diadakan penelitian, mereka lebih banyak membuktikan masturbasi ini, selama dilakukan dengan higienis, artinya dengan tangan yang bersih, masturbasi tidak berbahaya dan berdampak baik untuk kesehatan. Yang seringkali membuat celaka adalah bila perbuatan masturbasi ini dengan menggunakan alat.
Dalam pandangan medis, justeru dampak positif yang akan timbul dari perbuatan masturbasi ini, adalah bahwa perilaku masturbasi ini bisa menjadi obat untuk mengurangi risiko terkena penyakit kanker prostat, di mana penyakit ini banyak dialami para laki-laki yang sudah lanjut usia (lansia). Penyakit tersebut terjadi karena disinyalir tidak pernah/ kurang melakukan masturbasi/ onani tersebut. Sehingga perbuatan masturbasi ini berpengaruh baik bagi kesehatan si pelaku, dengan catatan mediator yang digunakan dalam keadaan bersih/ steril.
Kekhawatiran masturbasi dapat berakibat kebutaan atau menyebabkan berkurangnya sperma dan lain-lain tidaklah tepat. Sebaliknya masturbasi ternyata baik bagi kesehatan karena dapat melindungi dari kanker prostat. Semakin sering melakukan masturbasi semakin lebih baik, demikian menurut para ahli. Hal ini didasari penelitian terhadap pria yang senang menyenangkan diri sendiri secara teratur yang berumur 20 dan 50 memiliki penurunan sangat jauh kemungkinan berkembangnya penyakit kanker prostat. Penemuan mereka didukung teori yang menyatakan ejakulasi secara teratur dapat mencegah tumbuhnya carcinogen (segala sesuatu yang menyebabkan kanker) dalam prostat sebagai kelenjar yang bertanggung jawab bagi menumpuknya cairan dalam semen. Peningkatan carcinogen menyebabkan kanker prostat. Graham Giles bersama timnya yang berbasis di Melbourne, Australia pun meneliti kebiasaan seksual lebih dari 2.000 pria dimana setengahnya memiliki kanker dan sisanya sehat. Pengaruh pencegahan dengan cara masturbasi merupakan cara paling penting pada pria berumur 20-an, demikian menurut Giles pada majalah New Scientist. Mereka yang ejakulasi lebih dari lima kali dalam seminggu, tiga kali kemungkinan lebih kecil berkembangnya kanker prostat dalam hidupnya. Hasil ini sedikit bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan memiliki banyak pasangan atau sering berhubungan intim meningkatkan resiko kanker prostat sampai 40 persen. Penelitian ini memfokuskan pada hubungan intim bukan pada masturbasi.
Seperti dikutip Journal of the American Medical Association, edisi pekan lalu, mereka melakukan studi terhadap 29.342 petugas kesehatan. Relawan pria itu berusia 46-81 tahun. Kepada mereka diajukan beberapa pertanyaan. Satu di antaranya, berapa rata-rata ejakulasi per bulan pada saat menginjak usia 20-29 tahun dan 40-49 tahun. Studi yang dipimpin Michael F. Leitzmann, peneliti dari Lembaga Kanker Nasional Amerika Serikat, ini berlangsungselama delapan tahun. Kuesioner dikumpulkan, dianalisis, dan kesehatan mereka diperiksa. Mereka lalu dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jawaban frekuensi ejakulasi: 13-20 kali per bulan dan di atas 21 kali. Ejakulasi adalah keluarnya sperma dari penis. Hasilnya: hanya 1.449 relawan yang belakangan menderita kanker prostat. Dari jumlah yang terkena, kondisi 147 relawan sangat kritis. Kankernya sudah parah. Lalu Leitzmann dan koleganya membuat persentase risiko terkena kanker prostat. Menurut dia, kelompok yang cuma berejakulasi 13-20 kali sebulan hanya mengurangi risiko kena kanker prostat 14%. Ini lebih kecil dibandingkan dengan yang berejakulasi 21 kali ke atas saban bulan. Persentase terbebas dari serangan kankernya mencapai 33%. "Artinya, makin sering berejakulasi, makin kecil kemungkinan terjangkit kanker prostat," ujarnya. Berkurangnya risiko itu lantaran ejakulasi berperan mengeluarkan bahan-bahan kimia penyebab kanker. Andai kata tak dikeluarkan, bahan-bahan tersebut akan menumpuk di kelenjar prostat dan bisa memicu kanker. Studi ini tentu mengejutkan. Sebelum ini, banyak dugaan, makin kerap berejakulasi, risikonya makin didekati kanker. Sebab, kekerapan ejakulasi menunjukkan banyaknya hormon testosteron. Makin banyak hormon seks bisa memicu pertumbuhan sel-sel kanker. Orang pantas khawatir karena kanker prostat terbilang sangat mengganggu. Bila terkena, air mani tak bisa keluar. Pasien akan terganggu saat kencing. Air yang keluar dari kandung kemih sedikit. Kalau terus dibiarkan, bisa mengakibatkan disfungsi ereksi. Toh, ada juga yang meragukan validitas studi Leitzmann. "Apakah mereka dapat mengingat berapa kali berejakulasi beberapa tahun lalu," kata Michael Naslund, urolog dari University of Maryland Medical Center, Baltimore, Amerika Serikat. Menurut dia, studi ini belum dapat dijadikan petunjuk baru bagi kaum laki-laki yang ingin terhindar dari penyakit itu. Sementara itu, Wimpie Pangkahila, seksolog pada Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, tak mau berkomentar lantaran harus melihat metode penelitiannya. Tapi, katanya, frekuensi hubungan seksual atau masturbasi tak terkait dengan kanker. "Berhubungan seks terlalu sering tak berbahaya sepanjang mampu," ujarnya. Sedangkan risiko kanker lebih terkait dengan faktor-faktor pemicu lain, seperti lingkungan dan gaya hidup.

0 comments:

Post a Comment